Oleh: Desi
Hidup adalah ujian. Segala yang menimpa diri menjadi ujian yang harus dihadapi. Apa yang melekat dalam tubuh kita pun adalah ujian. Ketika kita dilahirkan dengan bentuk tubuh dan rupa yang telah Allah pilihkan untuk kita, menarik atau kurang menarik tetap menjadi ujian pada diri manusia masing-masing. Seandainya ditakdirkan memiliki wajah cantik atau tampan dengan tubuh yang proposional, apakah akan kita syukuri atau menjadikan kita berbangga diri dan merendahkan orang lain karena merasa tak se-level?
Bukan hanya tentang kesengsaraan, kebahagiaan pun menjadi bagian dari ujian. Roda kehidupan terus berputar, perubahan keadaan pada diri seseorang bisa terjadi kapan saja sesuai dengan takdir yang Allah kehendaki. Sementara manusia mempunyai tabiat tidak ada puasnya sehingga ketika diberikan kesenangan dunia, baik berupa harta, jabatan, fisik menawan atau yang lainnya, seringkali justru membuatnya lalai dan berbuat sekehendak sendiri. Sebaliknya jika diberi kesulitan, Ia akan bersedih, gundah gulana atau bisa jadi membenci takdir yang Allah berikan.
Padahal sejatinya bagi seorang mukmin segala apa yang menimpa dirinya, seharusnya tetap menjadi kebaikan dalam dirinya. Itulah keistimewaan orang mukmin sejati, sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim no.2999, dari sahabat Shuhaib).
Menyadari hakekat hidup adalah ujian terlebih bagi orang-orang yang beriman maka sebagai orang yang memiliki orientasi akhirat, akan mencari ilmu bagaimana caranya kita bisa siap menghadapi setiap ujian yang datang dan berhasil lulus ujian sesuai dengan solusi yang di contohkan oleh Rasulullah ﷺ. Firman Allah ﷻ:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”(QS. Al-Ankabut: 2).
Allah ﷻ akan senantiasa memberikan ujian kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kadar keimanan yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ:
الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئة
“(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa.” (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih)
Surat Al-Ankabut ayat 2 senada dengan surat Al-Baqarah ayat 214:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
Karenanya Allah ﷻ berfirman dalam lanjutan surat Al-Ankabut:
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut: 3).
Kita diuji sebagaimana orang-orang terdahulu diuji. Ujian berat umat Islam hari ini adalah tidak diterapkannya syariat Allah sehingga sekalipun hidup di negara mayoritas beragama Islam namun tidak dapat leluasa melaksanakan totalitas keislamannya.
Islam yang sempurna namun ajarannya harus dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya kebebasan berperilaku mengakibatkan banyak umat Islam lepas kontrol dari tali agama Allah. Berekspresi sesuai kehendaknya tanpa peduli boleh tidaknya oleh agama. Hal ini menyebabkan semakin derasnya aliran dosa kifayah yang akan diterima setiap individu Islam yang diam dan abai terhadap setiap tindak kemaksiatan.
Sabar dengan berdiam diri menghadapi cobaan ini bukanlah solusi. Menjauhi akibat buruk yang mungkin terjadi pada diri, menjauhi aktivitas amar makruf nahi mungkar dengan berbagai alasan lantas berdoa demi kebaikan, sesungguhnya itu hanya sabar sekedar menolak penindasan atas dirinya.
Sabar yang sebenarnya adalah ketika kita mengatakan yang hak dan melaksanakannya. Siap menanggung resiko di jalan Allah karena mengatakan dan mengamalkan kebenaran tanpa berpaling, bersikap lemah atau lunak sedikitpun.
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran: 146).
Kesabaran yang sebenarnya adalah kesabaran yang akan semakin memperkuat cita-cita yang mendekatkan ke jalan menuju surga seperti kesabaran Bilal bin Rabah, keluarga Yasir dan sahabat Rasulullah lainnya. Juga seperti kesabaran orang-orang yang menghentikan orang yang zalim tanpa merasa takut berada di jalan Allah.
Menghadapi ujian seperti ini bukan dengan sabar yang melangkah semakin menjauh dari solusi Islam. Namun dengan menghadirkan Islam secara utuh tanpa mengebiri hukum-hukum didalamnya yang dirasa tidak sesuai dengan kehendak segelintir orang yang punya kepentingan di dalamnya.
Mau mencari solusi secanggih apapun jika itu hasil dari kecerdasan manusia maka tidak akan melahirkan solusi yang tepat. Tidak layak bagi manusia menghadirkan hukum sedangkan Allah Sang Pencipta yang mengatur alam semesta ini telah menurunkan hukum-hukum yang sempurna untuk memecahkan segala masalah individu hingga negara bahkan pada tingkat dunia. Sepatutnya kita sebagai hamba hanya tunduk dan patuh atas segala perintah dan larangan-Nya tanpa tapi dan tanpa nanti.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”