Oleh: Desi
Nabi Muhammad ﷺ mengatakan bahwa Abu Jahal adalah Fir'aunnya umat Islam pada masa itu sebab abu Jahal adalah orang yang paling kentara menolak ajaran yang dibawa Rasulullah dan paling keras suaranya dalam memusuhi Islam.
Salah satu karakter orang kafir seperti Abu Jahal adalah pengingkaran terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Karena kesombongan dan keangkuhan, mereka menolak beriman. Seringkali ketika mendengar dan mengetahui ayat Al-Qur'an, tak jarang dijadikan bahan olok-olokan.
Ketika Abu Jahal mengetahui ayat tentang pohon Zaqqum (makanan penghuni neraka) (QS. 44: 43-44) dia mengolok-olok ayat ini, dengan meminta kurma dan keju, seraya berkata kepada teman-temannya, “Makanlah buah zaqqum ini, yang diancamkan Muhammad kepadamu, itu tidak lain adalah makanan yang manisnya seperti madu.”
Ketika mengetahui ayat tentang sembilan belas malaikat penjaga neraka Saqor (QS. 74: 30) dia berkata, “Kalau penjaganya hanya sembilan belas, maka aku sendiri akan melemparkan mereka itu.”
Begitulah watak orang-orang kafir, apabila mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Al-Qur'an maka itu dijadikan olok-olok. Mereka tidak takut akan azab Allah yang menghinakan (QS. Al-Jaatsiyah [45]: 9).
Dan masih banyak ayat Al-Qur'an lainnya yang menceritakan penistaan mereka, bahkan tidak sekedar mengolok-olok Al-Qur'an. Namun lebih dari itu, mereka berani menista Allah Ta'ala dengan menantang Allah untuk menurunkan azab. Selain itu mereka juga melontarkan kata-kata keji terhadap Rasulullah ﷺ.
Begitu besar kesombongan dan kebencian mereka terhadap Al-Haq. Yaitu kebenaran yang datang dari Allah ﷻ yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang diserukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Kendati demikian, ketika kelakuan mereka diketahui oleh orang-orang beriman, mereka mencari-cari alasan agar bisa dimaklumi dan dimaafkan. Mereka ingin cuci tangan dan lari dari tanggung jawab dengan mengatakan hanya ingin bersenda gurau dan main-main saja. Namun ayat Al-Qur'an menjawab yang membuat mereka lebih layak lagi untuk dikecam.
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (QS. At-Taubah [9]: 65).
Jika diatas dikatakan pelaku penistaan itu datang dari orang kafir, lantas bagaimana jika hal itu dilakukan oleh orang Islamnya sendiri. Seperti hari ini pelaku penistaan agama masih saja marak dan mirisnya kadang dilakukan oleh orang Islam.
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At-Taubah [9]: 66).
Ayat di atas menerangkan bahwa jika ada seorang mukmin yang telah berbuat nista, tidak perlu meminta maaf kepada siapa pun, meskipun dia mengajukan alasan dan permintaan maaf, tetaplah dia telah melakukan dosa besar, serta telah keluar dari agama Islam (murtad), yang berarti telah menjadi orang kafir.
Allah Ta’ala akan mengampuninya jika dia bertobat, dan jika Allah Ta’ala berkehendak. Ketentuan ini berlaku bagi orang-orang yang beriman. Bagi mereka tidak terbuka pintu maaf tapi terbuka pintu taubat.
Hati mereka telah tertutup untuk menerima kebenaran, karena telah dikotori oleh sifat takabur dan sombong. Mereka sangat mencintai kedudukan, pangkat, dan harta. Bila mendengar ayat-ayat Allah, yang menyeru mereka untuk beriman dan mematuhi ajaran-ajarannya, mereka dengan spontan menolak dan berpaling daripadanya.
Sungguh, mereka telah mendustakan Al-Qur’an, bahkan memperolok-olokkannya. Maka, kelak di hari Kiamat akan datang kepada mereka kebenaran berita-berita mengenai apa (azab) yang dulu mereka perolok-olokkan. Pada saat itulah mereka baru tersadarkan diri atas kesalahan mereka. Tapi sudah tidak berguna lagi penyesalan itu.
فَقَدْ كَذَّبُوا فَسَيَأْتِيهِمْ أَنْبَاءُ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
Sungguh mereka telah mendustakan (Al Quran), maka kelak akan datang kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan. ( QS. Asy-Syu'ara[26]: 6).
Allah mengancam dengan mengatakan bahwa mereka di akhirat nanti akan melihat dan merasakan sendiri akibat dari cemoohan dan olok-olokan mereka. Mereka akan disiksa dalam neraka Jahanam dengan siksaan yang amat pedih dan sangat menghinakan, sesuai dengan firman Allah pada ayat yang lain:
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَا حَسْرَتَنَا عَلَىٰ مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَىٰ ظُهُورِهِمْ ۚ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ
Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. (QS. Al-An'am[6]: 31).
Sebagai orang yang beriman tentunya tidak akan sekali-kali berani menjadikan ayat Al-Qur'an sebagai bahan candaan dengan tujuan apapun. Apalagi mengolok-olok, tentu tidak akan pernah dilakukan. Bukan sekedar menerima itu sebagai kebenaran, bukan sekedar takut akan ancaman namun karena keyakinan yang mantap akan ajaran Islam.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”