Fenomena Citayam Fashion Week (CFW) benar-benar berhasil menarik perhatian dan viral di masyarakat. Pelakunya adalah para remaja yang terbiasa nongkrong di salah satu kawasan bisnis di Jakarta. Mereka melakukan peragaan busana di tempat umum seperti trotoar dan zebra cross.
Meski memakai fasilitas umum dan mengganggu ketertiban, banyak yang menyebut aksi mereka sebagai kreativitas. Ada menteri yang menawarkan beasiswa pendidikan penuh untuk mereka. Ada juga menteri yang menawarkan area depan kantornya sebagai ajang fashion show. Padahal sebagian mereka tidak bersekolah. Tidak pulang ke rumah. Sering tidur di trotoar. Entah ingat shalat atau tidak.
Sikap ini berkebalikan ketika ada sejumlah remaja melakukan tilawah Al-Qur'an di beberapa tempat umum. Tidak ada pejabat yang mendukung apalagi memuji. Bukannya diapresiasi, malah tidak sedikit yang mencaci.
Potret Remaja Kita
Negeri ini berlimpah penduduk usia muda dan produktif. Ada sekitar 60 juta lebih jumlah penduduk usia muda dengan rentang usia 15-34 tahun. Harusnya ini menjadi bonus demografi karena akan muncul generasi penerus berkualitas. Sayang, banyak anak muda Indonesia justru hidup dalam kondisi tidak beruntung. Mereka terjerat kemiskinan, putus sekolah, terlibat kriminalitas, hedonis dan tidak punya tujuan hidup.
Akibat pandemi selama dua tahun lebih, 40 persen penduduk miskin baru pada tahun 2020 adalah remaja dan anak di bawah usia 18 tahun. Selama pandemi, pada tahun 2022 UNICEF menyebutkan ada 4,3 juta pelajar putus sekolah di Indonesia. Laporan Statistik Pendidikan Tinggi tahun 2020 menunjukkan lebih dari satu juta anak muda di Indonesia drop out dari bangku kuliah, baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Swasta (PTS).
Remaja Indonesia juga banyak teracuni budaya hedonisme; memburu kesenangan fisik, hiburan, mencari materi dan popularitas. Fenomena CFW adalah gambaran para remaja yang mencari kesenangan dan popularitas. Meski datang dari kelas ekonomi marjinal, para remaja itu ingin tenar di media sosial, seperti para pemuda dari keluarga kaya yang biasa hidup mewah.
Karena sikap hedonis yang mencari kesenangan fisik, sebagian anak muda Indonesia juga tidak takut berhubungan seks sebelum nikah. Penelitian Reckitt Benckiser Indonesia tahun 2019 terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia menemukan 33 persen remaja pernah berhubungan di luar nikah. Di antara mereka ada yang berzina karena semata-mata mencari kesenangan bahkan tanpa perlu kenal pasangan mereka. Sebagian lagi karena terjun ke dunia prostitusi, baik pria maupun wanita, dengan alasan mencari kemewahan atau kesenangan saja. Ini belum ditambah lagi remaja yang terlibat LGBT.
Sementara itu kondisi ibadah sebagian anak muda Indonesia memprihatinkan. Dewan Masjid Indonesia (DMI) pernah menyatakan bahwa 65% Muslim di Indonesia ternyata tidak bisa membaca al-Qur'an, termasuk di dalamnya penduduk usia muda. Tahun 2018, penelitian Departemen Kaderisasi Pemuda PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyebutkan hanya 33,6 persen anak muda rajin shalat ke masjid setiap hari. Masih banyak anak muda yang hidupnya jarang atau bahkan tidak pernah ke masjid sama sekali.
Kualitas agama anak muda makin terpuruk akibat kampanye kontra radikalisme dan terorisme, terutama di dunia pendidikan sekolah maupun kampus. Pada tahun 2012, sengaja dilontarkan tuduhan bahwa rohis sekolah adalah sarang perekrutan para teroris. Sejak itu kondisi pengajian-pengajian di sekolah juga di kampus semakin dijauhi anak-anak muda. Benar-benar ironi. Inikah yang diinginkan oleh kita saat ini? Sukses membuat anak-anak muda tersesat dari jalan Allah, malas beribadah dan rusak moralnya?
Selamatkan Pemuda!
Siapapun yang peduli dengan nasib umat dan negeri ini harus berpikir dan berusaha menyelamatkan para pemuda. Mereka adalah harapan umat pada masa depan. Jika ingin melihat kondisi umat pada masa depan, tengok saja keadaan para pemudanya hari ini. Syaikh Mustafa al-Ghalayaini, seorang pujangga Mesir, berkata, “Sungguh di tangan-tangan pemudalah urusan umat dan pada kaki-kaki merekalah terdapat kehidupan umat.”
Pemuda, menurut Prof. Rawwas Qal’ahji, adalah kelompok manusia yang berusia antara 15 sampai 40 tahun. Pada masa ini manusia berada dalam puncak kekuatannya, setelah masa kanak-kanak, dan sebelum lemah lagi di usia tua. Allah ﷻ berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
Allah-lah Yang menciptakan kalian dari keadaan lemah. Lalu Dia menjadikan (kalian) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat. Kemudian Dia menjadikan (kalian) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui dan Mahakuasa (TQS ar-Rum [30]: 54).
Kaum muda juga adalah agen perubahan di tengah umat manusia. Tidak ada perubahan tanpa melibatkan dan tanpa dilakukan anak-anak muda. Itu karena mereka adalah kelompok manusia yang cerdas dan lebih mudah menerima petunjuk ketimbang orang yang sudah tua. Ketika menafsirkan QS al-Kahfi ayat 13 yang menceritakan para pemuda Kahfi, Imam Ibnu Katsir menerangkan: “Allah menyebutkan bahwa mereka adalah segolongan kaum muda yang lebih bisa menerima kebenaran dan lebih mudah ditunjukkan ke jalan yang lurus dibandingkan orang-orang tua yang saat itu telah durhaka dan tenggelam dalam agama yang batil. Karena itulah kebanyakan orang yang menyambut baik seruan Allah dan Rasul-Nya adalah dari kalangan kaum muda. Adapun orang-orang tua Quraisy, sebagian besar dari mereka tetap berpegang pada agamanya dan tidak ada yang masuk Islam dari kalangan mereka kecuali sedikit.”
Para nabi dan rasul juga adalah orang-orang berusia muda saat diangkat menjadi utusan Allah. Ibnu Abbas pernah menyatakan, “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan pemuda. Seorang alim tidak diberi ilmu pengetahuan oleh Allah melainkan pada waktu masa mudanya.”
Untuk itu ada sejumlah langkah yang harus dilakukan orangtua dan kaum Muslim untuk menyelamatkan para pemuda dari ideologi sesat dan rusak sekulerisme-kapitalisme, sekaligus mencetak mereka agar cerdas dan bermental pejuang.
Pertama: Mengokohkan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dunia dan akhirat. Para pemuda disadarkan bahwa mereka adalah ciptaan Allah ﷻ dan kelak akan kembali kepada-Nya. Dengan kuatnya akidah, anak-anak muda akan sadar kalau hidup-mati mereka adalah semata untuk Allah ﷻ.
Dengan akidah Islam ini juga para pemuda akan dibuat yakin bahwa hanya Islam satu-satunya ideologi yang benar, sehingga mereka akan menolak ideologi lain seperti kapitalisme atau sosialisme-komunisme. Kedua ideologi itu terbukti batil dan jadi penyebab kerusakan umat manusia.
Kedua: Memahamkan para pemuda bahwa tujuan hidup yang tertinggi adalah mendapatkan ridha Allah ﷻ. Caranya dengan menaati aturan-aturan-Nya dan memperjuangkan agama-Nya. Sebaliknya, dunia bukan tujuan hidup. Dunia hanyalah sarana untuk mendapatkan ridha Allah ﷻ. Itulah tujuan sekaligus kebahagiaan hakiki untuk seorang Muslim. Nabi ﷺ bersabda:
ﺇنَّ اﻟسَّعَادَةَ كُلَّ السَّعَادَةِ طُوْلُ العُمْرِ فِيْ طَاعَةِ اللهِ
Sungguh kebahagiaan yang sebenarnya adalah menghabiskan umur untuk taat kepada Allah (HR ad-Dailami).
Ketiga: Membimbing para pemuda untuk membangun habit/kebiasaan islami sejak awal; menaati Allah ﷻ dan meninggalkan kemaksiatan. Para ulama mengatakan, “Siapa saja yang membiasakan sesuatu (sejak dini) akan terbiasa hingga dewasa.”
Mereka didorong agar giat beribadah, berbakti pada orangtua, rajin menuntut ilmu dan mengerjakan berbagai amal salih. Inilah pemuda yang dicintai Allah sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ …وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ
Ada tujuh golongan yang Allah naungi dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:…pemuda yang tumbuh dalam ibadah pada Allah (HR al-Bukhari).
Selain itu, para pemuda harus ditempa agar tidak memperturutkan hawa nafsu seperti memakai narkoba, haus popularitas, bergaul bebas dengan lawan jenis, dll. Inilah para pemuda yang dicintai Allah sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ شَابٍّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ
Tuhanmu mengagumi pemuda yang tidak memiliki shabwah [tidak diperbudak oleh hawa nafsu] (HR Ahmad).
Keempat: Mendorong para pemuda memiliki kepedulian terhadap kondisi umat serta menjadikan mereka pengemban dakwah yang akan memperjuangkan tegaknya agama Allah ﷻ. Bukan pemuda yang egois; hanya memikirkan amalan pribadi dan tidak peduli pada nasib umat. Allah ﷻ jelas membutuhkan mereka yang mau berjuang dan membela agama-Nya (Lihat: QS ash-Shaff [61]: 14).
Wahai kaum Muslim! Selamatkanlah anak-anak kita dan para pemuda Muslim. Jangan biarkan mereka dihancurkan oleh ideologi sekulerisme-kapitalisme dan para pengusungnya. Jadikanlah mereka para pemuda cerdas dan bermental pejuang agama Allah. Jangan sampai kita meninggalkan generasi pengganti yang buruk akhlaknya, bodoh dan menjadi tersesat. Ingatlah firman Allah ﷻ:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya. Lalu mereka kelak akan menemui kesesatan (TQS Maryam [19]: 59).
Hikmah:
Imam Ibnu Rajab rahimahulLâh berkata:
تَأْخِيْرُ التَّوْبَةِ فِي حَالِ الشَّبَابِ قَبِيْحٌ، فَفِي حَالِ اْلمَشيبِ أَقْبَحُ وَ أَقْبَحُ
"Menunda-nunda tobat saat usia muda itu sangat buruk. Jauh lebih buruk lagi menunda-nunda tobat saat usia sudah tua." (Ibnu Rajab, Lathâ'if al-Ma'ârif, 737).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 254