Oleh: Honriani Nst
Allah ﷻ telah menciptakan manusia dengan ciptaan yang terbaik sebagaimana dinyatakan oleh Allah ﷻ dalam surat at Tiin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (TQS at-Tiin:4)
Keistimewaan manusia karena Allah ﷻ menciptakan manusia lengkap dengan hawa nafsu dan akal. Akal yang ada pada manusia membedakan manusia dari hewan, namun jika manusia tidak menggunakan akalnya dengan benar maka manusia akan lebih hina dari pada hewan sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah ﷻ dalam surat al-‘Araf ayat 179:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. (TQS al-'Araf: 179)
Maksud menggunakan akal dengan benar adalah menggunakan akal untuk memikirkan ciptaan Allah ﷻ sehingga menghasilkan iman yang kuat kepada Allah ﷻ yang akan mendorong manusia yang berakal itu menaati semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan Allah ﷻ. Hal ini dilakukan manusia karena dia menyadari bahwa Allah ﷻ membuat aturan untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Manusia yang menggunakan akalnya dengan benar akan menyadari jika manusia melanggar aturan Allah ﷻ maka akan menghasilkan bahaya bagi dirinya, bahkan akan mengundang azab Allah ﷻ sebagaimana yang telah terjadi pada umat sebelum umat Nabi Muhammad ﷺ.
Umat sebelum umat nabi Muhammad ﷺ, seperti umat nabi Luth diazab Allah ﷻ dengan hujan batu yang membuat negeri itu hancur. Begitu juga halnya dengan umat nabi Nuh yang diazab Allah ﷻ dengan banjir besar yang menenggelamkan semua umat nabi Nuh yang melawan perintah nabi Nuh a.s. Ada pun halnya dengan umat nabi Muhammad ﷺ akan diazab Allah ﷻ, namun tidak dengan azab global.
Jika kita perhatikan kisah para nabi yang umatnya diazab Allah ﷻ secara global kita dapat menarik kesimpulan bahwa Allah ﷻ mengazab mereka karena keingkaran mereka terhadap perintah Allah ﷻ. Hal itu juga akan terjadi pada umat Nabi Muhammad ﷺ, hanya saja azab itu tidak berlangsung secara global. Rasulullah ﷺ sudah mengingatkan umatnya tentang azab Allah yang akan menimpa umatnya melalui hadis berikut:
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
Artinya: “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri”. (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Kata dzahara (tampak) maksudnya adalah menyebar. Artinya, zina dan riba itu telah tampak menjadi fenomena yang tersebar di tengah masyarakat. Kondisi di negeri ini bisa dikatakan perbuatan zina sudah tersebar. Bukankah sering kita mendengar ada bayi yang dibuang? Saat ditelusuri ternyata bayi itu merupakan hasil dari perzinaan? Bukankah sering kita mendengar ada gadis yang bunuh diri atau dibunuh oleh pacarnya? Saat kasusnya diselidiki diperoleh fakta bahwa penyebab kematiannya adalah hamil di luar nikah dan lelaki yang menghamilinya tidak bertanggungjawab?
Bukankah sering juga kita mendengar ada pesta pernikahan, dan baru tiga bulan pernikahan pengantin perempuan sudah melahirkan bayi? Bahkan ada juga perzinaan yang dilakukan oleh lelaki untuk meluluhkan orang tua gadis pujaannya agar mau menerimanya sebagai menantu, dengan pertimbangan jika anak gadisnya (pacarnya) sudah dia hamili, pasti orang tuanya akan mau menerimanya sebagai menantu. Bodohnya, anak gadis tersebut pun mau pula melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah ﷻ. Ya, begitulah jika sudah bucin. Ironisnya, tidak sedikit orang tua yang mau menikahkan pasangan pezina ini. Padahal pendapat terkuat, tidak ada pernikahan saat seorang perempuan sedang hamil.
Hadis di atas menjelaskan bahwa jika zina dan riba telah menyebar di tengah suatu masyarakat, maka itu akan memancing cepatnya turun azab Allah. Keberkahan pun akan segera dicabut dari masyarakat yang seperti itu. Sebaliknya, keburukan dan kerusakan akan terus mendera masyarakat tersebut, selama mereka tidak berupaya mencegah tersebarnya zina dan riba, mengubah dan menghilangkannya dari kehidupan masyarakat. Azab karena menyebarnya zina salah satunya adalah tersebarnya penyakit AIDS dan penyakit seksual lainnya.
Hadis ini juga menjelaskan bahwa praktek ekonomi ribawi akan mendatangkan azab Allah ﷻ. Lihatlah kondisi negeri yang kaya akan sumber daya alam ini. Mayoritas penduduknya hidup dalam keadaan miskin, sulit mendapatkan makanan yang layak, sulit mendapatkan tempat tinggal yang layak, sulit untuk mengecap pendidikan yang baik serta sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima. Barangkali keadaan ini merupakan azab dari Allah ﷻ. Satu pertanyaan menggelitik benak saya, bagaimana bisa orang hidup miskin di tengah-tengah alam yang subur dan kaya raya? Dengan penerapan ekonomi ribawi kondisi penduduk negeri ini laksana kata pepatah: “Ayam mati di lumbung padi”
Sungguh sangat menyedihkan keadaan orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah. Keadaan mereka di dunia mendapat azab dan kelak di akhirat mereka pun akan memperoleh azab yang pedih juga. Mari kita perhatikan ayat cinta dari Allah pada surat Az-Zumaar ayat 24 berikut:
أَفَمَنْ يَتَّقِي بِوَجْهِهِ سُوءَ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَقِيلَ لِلظَّالِمِينَ ذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ
Maka apakah orang-orang yang menoleh dengan mukanya menghindari azab yang buruk pada hari kiamat (sama dengan orang mukmin yang tidak kena azab)? Dan dikatakan kepada orang-orang yang zalim: “Rasakanlah olehmu balasan apa yang telah kamu kerjakan.”
Ini merupakan perbandingan yang ditujukan pada orang yang bernasib demikian dan orang lain yang semisal dengannya dari kalangan orang-orang yang zalim (musyrik):
{ذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ}
Rasakanlah olehmu balasan apa yang lelah kamu kerjakan. (Az-Zumar: 24)
Apakah orang yang demikian keadaannya sama dengan orang yang datang pada hari kiamat dalam keadaan aman (dari azab Allah)? Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
أَفَمَنْ يَمْشِي مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِي سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Maka apakah orang yang berjalan terjungkal dengan muka di bawah itu lebih banyak mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus? (Al-Mulk: 22)
يَوْمَ يُسْحَبُونَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ ذُوقُوا مَسَّ سَقَرَ
(Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka dengan muka di bawah. (Dikatakan kepada mereka), “Rasakanlah sentuhan api neraka.” (Al-Qamar: 48)
Dan firman Allah ﷻ:
{أَفَمَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ}
Maka apakah orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? (Fussilat: 40)
Akhirul kalam, jika kita ingin menghindar dari azab Allah di dunia dan di akhirat maka satu-satunya cara adalah menaati Allah ﷻ dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya saja, selama sistem yang diterapkan pemerintah dalam mengatur urusan rakyat masih sistem demokrasi maka taat pada semua aturan Allah hanya merupakan khayalan yang tidak pernah bisa terwujud. Satu-satunya cara agar umat manusia bisa taat pada semua aturan Allah adalah dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah Islamiyyah ala Minhajin Nubuwwah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”