
Perilaku polisi terus-menerus jadi sorotan rakyat. Ini akibat tindak kriminal yang dilakukan banyak anggotanya, termasuk perwiranya. Kasus pembunuhan Brigadir Joshua oleh atasannya, Irjen Pol. Sambo, melibatkan sejumlah perwira dan anggota kepolisian lain. Kasus pembunuhan ini ternyata memunculkan dugaan adanya mafia judi online 303 yang dibekingi perwira-perwira polisi.
Di Malang, perilaku polisi kembali dikecam warga. Akibat kecerobohan menembakkan puluhan gas air mata ke tribun penonton, menyebabkan kepanikan warga yang berujung kematian ratusan penonton, termasuk puluhan anak-anak. Akibat kejadian ini, Kapolri mencopot Kapolda Jatim Irjen Pol. Nico Afinta yang digantikan oleh Irjen Teddy Minahasa. Namun, hanya dalam hitungan hari, Kapolda Jatim yang baru ini dicokok Divisi Propam Polri dengan tuduhan terlibat peredaran narkoba.
Berdasarkan laporan Komnas HAM, Kepolisian memang menjadi lembaga yang paling banyak diadukan melakukan pelanggaran HAM sepanjang 2016-2020. Walaupun mengalami penurunan, sampai tahun 2020, jumlah pengaduan tetap besar dan ada di peringkat pertama dibanding yang lain. Dari total 28.305 aduan yang diterima Komnas HAM sepanjang periode tersebut, 43,9 persen ditujukan terhadap aparat kepolisian.
Di sisi lain, Presiden Jokowi dalam pidatonya hanya menyoroti kebiasaan aparat kepolisian pamer kemewahan. Tidak menyoroti berbagai kasus kriminalitas yang membelit kepolisian akhir-akhir ini.
Polisi Pelindung Rakyat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, polisi adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya). Setiap masyarakat membutuhkan lembaga kepolisian demi mendapatkan keamanan dan ketertiban.
Dalam Islam setiap orang berhak mendapatkan jaminan keamanan. Bahkan salah satu tujuan agung syariah Islam adalah menjamin keamanan baik bagi masyarakat maupun negara. Nabi ﷺ menyebutkan bahwa mendapatkan rasa aman adalah kenikmatan besar dari Allah ﷻ. Sabda beliau:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
Siapa saja yang di pagi hari di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberi kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya (HR at-Tirmidzi).
Islam juga memberikan ciri keimanan yang sempurna. Di antaranya saat seseorang menjaga dirinya dari mengganggu harta orang lain dan menumpahkan darah mereka. Sabda Nabi ﷺ:
الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
Seorang Mukmin adalah orang yang membuat orang lain merasa aman atas harta dan jiwa mereka (HR Ibnu Majah).
Karena itu tindakan menakut-nakuti, mengancam, mengintimidasi, baik dilakukan oleh warga sipil apalagi oleh aparat, adalah tindakan haram. Nabi ﷺ bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Tidak halal bagi seorang Muslim menakut-nakuti Muslim yang lain (HR Abu Dawud).
Islam juga mewajibkan Negara untuk menjamin keamanan dan ketertiban bagi warganya. Untuk itulah dibentuk institusi kepolisian yang bertugas mewujudkan rasa aman dan tertib di tengah rakyat. Menjaga keamanan adalah tugas kepolisian yang dibentuk dan diangkat oleh Negara, bukan dibebankan pada masyarakat. Kepolisian dalam Islam hadir untuk menenteramkan warga, bukan meresahkan dan membuat warga ketakutan.
Kepolisian Islam Taat Syariah

Kepolisian atau syurthah telah dikenal sejak zaman kepemimpinan Rasulullah ﷺ di Negara Islam di Madinah. Anas bin Malik ra. bertutur:
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَعْدٍ كَانَ يَكُونُ بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بِمَنْزِلَةِ صَاحِبِ الشُّرَطِ مِنَ الأَمِيرِ
Qais bin Saad ketika itu berada di depan Nabi ﷺ. layaknya kepala polisi dengan amir (kepala negara) (HR al-Bukhari).
Dr. Namir bin Muhammad al-Hamidani dalam kitab Wilâyah asy-Syurthah fî al-Islâm menjelaskan hukum-hukum syariah mengenai syurthah (kepolisian) dalam Islam. Secara bahasa syurthah bermakna para pembantu penguasa. Dinamakan syurthah karena mereka memiliki tanda-tanda yang dapat diidentifikasi. Adapun secara istilah syurthah (polisi) adalah pasukan yang dibentuk oleh khalifah atau wali/gubernur untuk menjaga keamanan dan melindungi aturan, menangkap pelaku kejahatan dan para pengacau, serta tugas lain seperti pekerjaan administratif yang menjamin keselamatan rakyat dan ketenangan mereka (hlm. 18-19).
Kepolisian adalah kekuatan utama untuk menjaga keamanan dalam negeri dari berbagai ancaman dan gangguan seperti pencurian, perampokan, zina, murtad, vandalisme, dsb. Polisi juga diberi kewenangan menggunakan senjata untuk menghadapi kaum pemberontak (bughat) dan separatis yang mengganggu keamanan umum seperti mengancam harta warga, aset-aset umum dan negara (Abdul Qadim Zallum, Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 147).
Dalam aturan Islam, polisi menjalankan tugasnya sesuai hukum syariah. Mereka haram memata-matai rakyat, melakukan penyadapan, meretas ponsel, email, nomor telepon, dsb. dengan alasan mencegah kejahatan. Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sungguh sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kalian memata-matai orang lain (tajassus) (QS al-Hujurat [49]: 12).
Polisi hanya boleh memata-matai mereka yang disebut ahlur-riyab, yaitu orang-orang yang terindikasi kuat akan menimpakan bahaya kepada masyarakat, negara dan warga. Di antaranya warga yang punya hubungan akrab dengan negara kafir harbi fi’l[an] (de facto) maupun kafir harbi hukm[an] (de jure). Misalnya, warga yang akrab dengan negara imperialis macam Israel, Amerika Serikat, dsb.
Islam juga mengharamkan polisi menciptakan ketakutan terhadap rakyat dengan berbuat semena-mena seperti asal tangkap, memukuli warga, menembakkan gas air mata, apalagi membunuh tanpa alasan yang haq. Nabi ﷺ bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ
Ada dua golongan penghuni neraka, yang belum pernah aku lihat, yaitu suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi. Mereka mencambuk manusia dengan cambuk tersebut (HR Muslim).
Polisi Islam: Pribadi yang Bertakwa

Kepolisian dalam Islam bukanlah kesatuan alakadarnya yang direkrut dari orang-orang rendahan dan dilatih asal-asalan. Kepolisian dalam Islam adalah kesatuan terbaik dan menonjol. Al-Azhari berkata, “Polisi adalah setiap kesatuan terbaik. Di antara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi karena mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Bahkan dikatakan mereka adalah kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara.” (Ajhizah ad-Dawlah, hlm. 94).
Karena vitalnya peran polisi dalam penegakan syariah Islam, maka tidak sembarang orang diterima menjadi polisi. Tidak cukup hanya sehat badannya dan punya keterampilan fisik. Disyaratkan juga mereka adalah pribadi-pribadi yang bertakwa. Ibnu Azraq menyebutkan, “Wajib bagi Imam/Khalifah untuk memilih polisi dari kalangan orang yang tsiqah (terpercaya) agamanya, tegas dalam membela kebenaran dan hudûd (hukum pidana Islam), waspada dan tidak mudah dibodohi.” (Bada’ as-Silki fî Thabai’ al-Mulki, 1/289, Maktabah Syamilah).
Dengan tiga sifat ini maka hukum syariah dapat ditegakkan. Kepolisian akan diisi oleh anggota yang bertakwa sehingga tidak mempan dibujuk apalagi menerima suap dari siapa pun. Mereka tegas dalam menegakkan hukum, juga tidak akan memutarbalikkan hukum untuk keuntungan pribadi.
Aparat keamanan yang bertakwa juga memahami bahwa ketaatan mutlak hanya kepada Allah ﷻ, bukan kepada atasan maupun penguasa. Banyak aparat dengan dalih taat pada komandan lalu mengikuti apa saja perintah mereka, termasuk menghilangkan nyawa orang lain seperti kasus pembunuhan Brigadir Joshua. Dalam Islam tak ada doktrin ketaatan dalam kemaksiatan. Sabda Nabi ﷺ:
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
Tidak ada ketaatan di dalam maksiat. Sungguh taat itu hanya dalam perkara yang makruf (HR al-Bukhari).
Karena itu persoalan utama kepolisian bukanlah seperti yang disebut oleh Presiden Jokowi, yakni pamer kemewahan. Akar masalahnya ada pada tujuan pembentukannya, kepribadian para penegak hukum, juga hukum apa yang ditegakkan dan kepada siapa kepolisian berkhidmat. Jika kepolisian tidak dibangun di atas iman dan takwa, juga bukan dalam rangka menegakkan hukum-hukum Allah, maka selalu rawan dibajak untuk kezaliman penguasa atau untuk kepentingan oligarki.
Hikmah:
Rasulullah ﷺ bersabda:
يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أُمَرَاءُ ظَلَمَةٌ، وَوُزَرَاءُ فَسَقَةٌ، وَقُضَاةٌ خَوَنَةٌ، وَفُقَهَاءُ كَذَبَةٌ، فَمَنْ أَدْرَكَ مِنْكُمْ ذَلِكَ الزَّمَنَ فَلا يَكُونَنَّ لَهُمْ جَابِيًا وَلا عَرِيفًا وَلا شُرْطِيًّا
Akan datang pada akhir zaman nanti para penguasa yang memerintah dengan sewenang-wenang, para pembantu (menteri-menteri)-nya fasik, para hakimnya pengkhianat dan para ahli hukum Islam pendusta. Siapa saja di antara kalian yang mendapati zaman itu, sungguh kalian jangan menjadi pemungut cukai, tangan kanan penguasa dan polisi. (HR ath-Thabarani).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 265