
Oleh: Siti Aminah
Dulu sebelum mengkaji Islam, hidup rasanya selalu baik-baik saja tapi setelah berhijrah ujian datang silih berganti, terkadang seperti tiada henti.
Sebagian orang bahkan mengatakan hidup ini tidak berkah karena selalu saja ujian datang silih berganti.
Orang materialis ini selalu mengukur keberkahan dan kebahagiaan dari materi sehingga bila ada orang yang selalu diuji kesusahan dan sakit mereka bilang hidupnya tidak berkah.
Kenapa bila ada orang baik yang berhijrah tapi hidupnya banyak kesulitan, di sisi lain orang yang ahli maksiat hidupnya secara umum lancar jaya?
Mungkin kita selama ini sudah berusaha hidup baik, berusaha istiqamah, beragama dengan lurus, namun ternyata cobaan terus datang menimpa, mengapa?
Atau mungkin kita baru saja hijrah, namun ternyata kehidupan setelah hijrah lebih sempit daripada sebelumnya, ada apa?
Demikianlah pertanyaan-pertanyaan yang mungkin sempat muncul di benak kita semua.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam saja orang yang paling bertaqwa, paling shalih, paling sempurna, ternyata hidupnya tidak selalu mulus dan tidak selalu penuh kenikmatan.
Ternyata beliau pun dicoba, istrinya meninggal duluan, anaknya meninggal duluan, diganggu orang, dicela orang, dikejar-kejar orang kafir, dikira gila, mesti hijrah, dikhianati, dilukai, sakit, dll.
Bahkan dalam hadits disebutkan bahwa orang yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian yang semisal mereka, kemudian yang semisal mereka. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu bertanya,
يا رسولَ اللهِ أيُّ النَّاسِ أشدُّ بلاءً قالَ الأَنبياءُ ثمَّ الأَمثلُ فالأَمثلُ
“Wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling berat cobaannya?”. Beliau menjawab: “para Nabi, kemudian yang semisal mereka (pengikut para Nabi), kemudian yang semisal mereka (orang yang meneladani pengikut para Nabi)”. (HR. Tirmidzi no.2398 , ia berkata: “hasan shahih”).
Maka bagaimana lagi dengan kita? Yang hakikatnya jauh dari kesempurnaan dan keshalihan. Apakah kita malah merasa layak dapat kenikmatan terus menerus dan tidak diuji?
Allah berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia mengira mereka dibiarkan berkata: kami telah beriman, lalu mereka tidak diuji?”. (QS. Al Ankabut: 2).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ
“jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji”. (HR. Ath Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 285).
Karena dengan adanya ujian bagi orang-orang baik, itu akan mengangkat derajat mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh aku akan uji mereka dengan sedikit rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan,. Maka berilah kabar gembira bagi orang yang bersabar”. (QS. Al Baqarah: 155).
Semoga semua orang yang memegang teguh agama ini diberikan kesabaran dalam menghadapi ujian.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”