Oleh: Noviana Irawaty
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
مَا اتَّخَذَ اللّٰهُ مِنْ وَّلَدٍ وَّمَا كَا نَ مَعَهٗ مِنْ اِلٰهٍ اِذًا لَّذَهَبَ كُلُّ اِلٰهٍ بِۢمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
"Allah tidak mempunyai anak, dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-Nya, (sekiranya tuhan banyak,) maka masing-masing tuhan itu akan membawa apa (makhluk) yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu," (QS. Al-Mu'minun 23: Ayat 91)
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
90-92 Allah berfirman, bahkan Kami telah membawa kebenaran kepada orang-orang yang mendustakan itu, yang memuat kejujuran dalam informasinya, keadilan dalam perintah dan larangannya. Kenapa mereka tidak mengakuinya? Padahal ia lebih pantas untuk diikuti. Sementara mereka tidak memiliki sesuatu yang menggantikannya melainkan kedustaan dan kedzaliman?!
Oleh karena itu, Allah berfirman, “Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya.” Itu merupakan bentuk kebohongan yang dapat dideteksi melalui berita dari Allah dan Rasul-Nya serta dapat dikenal melalui akal yang sehat. Oleh sebab itu, Allah mengingatkan tentang sebuah teori logika mengenai kemustahilan eksistensi dua tuhan (dialam semesta ini).
Allah berfirman, “kalau ada tuhan bersama-Nya,” jika ada sesembahan bersama Allah seperti yang mereka ucapkan “masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya,” maksudnya, maka masing-masing sesembahan itu akan menyendiri dengan ciptaan-ciptaannya dan membentuk komunitas sendiri dengannya, dan sudah tentu berantusias untuk menghambat dan mengalahkan sesembahan lainnya.
“Dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain,” pihak yang menang, akan menjadi sesembahan yang disembah. Dengan adanya unsur yang saling kontradiktif ini, maka alam semesta ini tidak mungkin ada. Dan tidak bisa dibayangkan bisa teratur dengan pengaturan yang mencengangkan akal-akal manusia.
Ambillah pelajaran dari matahari, bulan, bintang-bintang, yang diam maupun yang beredar. Sejak penciptaannya, benda-benda langit itu beredar berdasarkan satu kendali dan pengaturan. Masing-masing dikendalikan dengan kekuasaan, diatur dengan penuh hikmah demi kepentingan umat manusia, bukan sebatas untuk kepentingan satu individu dengan mengesampingkan orang lain. Engkau tidak akan menyaksikan kekeliruan, kontradiksi dan tabrakan dalam pengaturan sekecil apapun. Apakah masih terbayangkan keseragaman itu muncul dari pengaturan dua sesembahan dan dua pemilik?
“Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan,” alam semesta ini telah mengekspresikan dengan bahasa geraknya dan memberikan pemahaman melalui bentuknya yang indah, bahwa Dzat yang mengaturnya adalah tuhan (sesembahan) yang satu, sempurna dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sungguh, seluruh makhluk membutuhkan-Nya dalam rububiyyah dan uluhiyyah-Nya baginya.
Sebagaimana ia tidak mempunyai wujud dan keabadian kecuali berkat rububiyyah Allah, begitu pula tidak ada kebaikan dan landasan kekuatan kecuali dengan sebab peribadahan kepada-Nya dan mengesakan-Nya dengan ketaatan. Untuk itu, Allah mengingatkan tentang keagungan sifat-sifat-Nya melalui beberapa permisalan. Misalnya, ilmu-Nya yang meliputi (segala sesuatu). Allah berfirman, “Yang mengetahui semua yang ghaib,” yaitu, perkara-perkara yang terlewatkan oleh indera-indera pandangan kita dan pengetahuan kita, seperti hal-hal yang mesti terjadi (al-wajibat), perkara yang mustahil (al-mustahilat) dan kemungkinan-kemungkinan yang timbul (al-mukminat). “Dan semua yang nampak,” yaitu segala yang bisa kita saksikan.
“Mahatinggi Allah,” Mahatinggi lagi Mahaagung, “dari apa yang mereka persekutukan,” dengan-Nya, tiada ilmu yang mereka miliki kecuali yang telah diajarkan oleh Allah kepada mereka.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”