Type Here to Get Search Results !

SABAR DAN IKHLAS, KUNCI SUKSES MENJALANI HIDUP


Oleh: Sifi Nurul Islam
Muslimah Peduli Umat

Seseorang yang terlahir ke dunia, sudah barang tentu akan menghadapi ujian dalam setiap detik kehidupannya. Baik itu ujian berupa kenikmatan, kebahagian, kepedihan, kesedihan, kesengsaraan dan lain-lain. Faktanya, dari semenjak terlahir hingga merangkak dewasa, beban hidup manusia kian hari kian bertambah berat. Dan memang seperti itulah faktanya, yang dirasakan setiap insan yang menjalani kehidupan di dunia ini.

Misalkan saja di tengah pandemi saat ini, ada yang merasakan susahnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sudah begitu diuji dengan sakit, bisa jadi akibat virus Covid-19 yang semakin merajalela tak terkendali, ditambah kondisi musim pancaroba yang membuat stamina tubuh berkurang. Keadaan semakin diperburuk dengan berita kepergian orang-orang di sekitar yang seakan saling susul-menyusul tiada henti, konon akibat pandemi. Misalkan yang lain, orang-orang yang diuji bergelimang harta, diamanahi kekuasaan seakan dunia sedang berada dalam genggamannya. Nyatanya, dua hal yang bertolak belakang itu, memiliki nama yang sama, ujian bagi setiap manusia.

Ketika seseorang berada dalam kondisi yang tidak sesuai dengan yang diinginkan, atau dalam kondisi terpenuhi segala harapan, sejatinya kedua kondisi tersebut adalah ujian yang butuh penyikapan yang tepat sesuai yang diajarkan syariat. Dengan keimanan yang kuat dapat mengantarkan dalam ketakwaan, hingga memunculkan sikap sabar serta syukur dalam menyikapi setiap kejadian yang menimpa dirinya. Dengan sikap sabar dan syukur akan ditemukan keikhlasan dalam hati untuk menjalani kehidupan, akan memudahkan menemukan hikmah dalam setiap kejadian. Lalu bagaimana untuk bisa memupuk sikap sabar dan syukur?


Sikap Sabar dan Syukur Menjadi Bukti Keimanan dan Ketakwaan

Nasehat untuk selalu bersabar sudah banyak terdengar di telinga, baik itu Muslim ataupun non-Muslim akan selalu mendapat nasehat 'bersabarlah' ketika menemui sebuah ujian berupa musibah, kekecewaan dan kesedihan dalam kehidupannya. Sabar adalah wujud sikap tabah dalam menghadapi musibah, penderitaan atau kejadian yang sulit diluar pengharapan.

Begitu pula dengan nasehat untuk bersyukur, seseorang yang bersyukur tentunya karena meyakini bahwa segala nikmat yang diperolehnya tiada lain adalah dari Allah ﷻ. Rasa syukur akan memunculkan kegembiraan dalam hati dan lebih semakin mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Syukur yang terus ada di dalam hati akan selalu menghadirkan zikir dan tidak pernah lupa kepada-Nya, menjadikannya selalu ingin taat dan terikat dengan syariat-Nya.

Sikap sabar dan syukur sudah seharusnya melekat pada diri setiap Muslim. Kedua sikap ini menggambarkan kebaikan bagi seorang Mukmin, sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda, "Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang Mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya." (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999).

Begitu juga perkataan Umar bin Khattab mengisyaratkan dalam menggambarkan sikap sabar dan syukur, "Jika syukur dan sabar adalah dua kendaraan, maka aku tidak peduli saya naik yang mana".

Lebih jauh lagi, rasa syukur tidak boleh hanya berhenti pada ucapan tahmid (pujian kepada Allah ﷻ) saja. Namun, bertambahnya nikmat menuntut setiap Muslim untuk bertambahnya ketaatan. Rasulullah ﷺ telah mengingatkan ini, "Siapa saja yang bertambah kenikmatan dan tidak bertambah ketaatannya, maka itu adalah celaka".

Sedangkan sabar yang merupakan wujud penerimaan terhadap musibah dari Allah dan dapat menjadikan keimanan semakin meningkat dengan sikap tersebut. Meskipun sabar itu begitu berat, namun Allah ﷻ memerintahkan agar memiliki kesabaran yang indah. Allah ﷻ berfirman,

فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا
"Maka bersabarlah dengan kesabaran yang indah." (QS Al Ma'arij: 5).

Sikap sabar dan syukur pada diri setiap Muslim merupakan dua hal yang menunjukkan adanya iman di dada seorang yang mengaku Mukmin. Ketiadaan syukur akan berujung kepada sikap kufur yang akan menyingkirkan iman di hati. Demikian juga, ketiadaan sabar akan menghilangkan pengakuan keimanan seseorang kepada Allah. Oleh karena itu, sikap syukur dapat pula untuk menyikapi suatu musibah, dan sikap sabar dapat pula untuk menyikapi nikmat.

Syukur dapat pula diartikan kesabaran terhadap nikmat yang berbentuk musibah. Terkadang, banyak orang yang tersadar dari keberlimapahan nikmat yang mengasyikkan setelah terantuk batu. Betapa Ibnu Abbas, sang Rahibnya ummat ini, merasa sangat bersyukur dengan hilang penglihatannya pada usia tua. Ia berujar sebuah kalimat yang pernah diucapkan oleh Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya Allah berfirman, 'Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan dua kekasihnya (kedua matanya), kemudian ia bersabar, niscaya Aku menggantikan keduanya (kedua matanya) dengan surga'.” (HR. Bukhari no. 5653). Bersyukur atas musibah dan menganggapnya sebagai nikmat akan membuat diri dan jiwa tenang, yang akan mengantarkan pada ketaatan kepada Allah ﷻ meskipun itu begitu berat.

Begitu pula dengan sikap sabar atas kenikmatan yang diberikan oleh Allah ﷻ. Terkisah ketika Umar bin Khattab menerima pasukannya yang kembali dengan membawa kemenangan yang gemilang, lalu dihadapkan kepada harta ghanimah yang tidak terhitung jumlahnya, lantas ia menangis. Para sahabat dan pasukan terheran dengan hal tersebut lantas bertanya, 'mengapa Al Faruq menangis?' Ia lantas menjawab, "Seandainya ini semua adalah kebaikan, mengapa tidak diberikan kepada Rasulullah ﷺ ketika beliau masih hidup".

Ketika kenikmatan yang diperoleh itu disabari, akan membuat penerimanya terkendali dari sikap melupakan Sang Pemberi nikmat. Ini akan menghindarkan diri dari kesombongan. Rasulullah ﷺ pernah memperingatkan, "Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku khawatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur." (Hadits riwayat Muslim (2961).

Sungguh, akan sempurna apabila sikap sabar terus diikuti dengan sikap syukur. Begitu banyak ayat dalam Al-Qur'an yang memerintahkan untuk bersabar dan bersyukur.

Allah ﷻ berfirman:

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِّنۢ بَعْدِ ذٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Kemudian, Kami memaafkan kamu setelah itu agar kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 52).

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 172).

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ  ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصّٰبِرِينَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 153).

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَىْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوٰلِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِ  ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِينَ
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 155).

Dikisahkan Rasulullah pernah bertanya kepada seorang sahabat, "Bagaimana kabarmu pagi ini?" Orang itu menjawab, "baik". Rasulullah mengulangi pertanyaannya dan sahabat itu pun mengulangi jawabannya, sehingga pada kali ketiga ia menjawab, "Baik. Segala puji hanya milik Allah ﷻ dan aku bersyukur kepada-Nya." Lalu Rasulullah menjawab, "Inilah yang aku maksudkan darimu."

وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ
"Orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS al-Baqarah [2]: 177).

Telah jelas dari beberapa contoh ayat dan hadis di atas, sikap sabar dan syukur merupakan salah satu bukti atas keimanan dan wujud dari ketakwaan seorang Mukmin. Dengan kedua sikap itu, seorang Mukmin menjalani setiap ujian dalam kehidupannya, baik itu ujian berupa kenikmatan ataupun ujian berupa kesedihan atas musibah yang menimpanya.


Hikmah Sabar dan Syukur Menjadikan Hati Lebih Ikhlas Menjalani Hidup

Kenikmatan ataupun kesedihan yang merupakan keduanya adalah ujian dri Allah ﷻ bagi setiap hamba-Nya yang masih hidup di dunia ini. Keduanya akan selalu datang silih berganti menyapa setiap manusia. Seorang Mukmin sejati akan bersabar saat masa sulit dan bersyukur saat dilapangkan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada kita tentang keutamaan sikap sabar dan syukur.

Ketika dalam masa sulit, kita diharapkan agar bersikap sabar, kesabaran ini diperlukan agar seseorang mempunyai kesiapan mental dalam menghadapi kesulitan tersebut. Namun, sikap sabar yang diajarkan Al-Quran bukanlah sikap menerima kehinaan yang diupayakan, namun hendaknya azimah yakni komitmen yang kuat untuk mencapai cita-cita. Allah ﷻ berfirman,

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ ۚ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ۚ بَلَاغٌ ۚ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
"Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan, kecuali kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah)." (QS. Al-Ahqaf 46: Ayat 35).

Begitu juga sikap sabar juga bukan sikap lemah dan menyerah kepada musuh. Allah ﷻ berfirman,

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
"Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 146).

Sikap sabar juga merupakan sebuah jihad atau perjuangan. Allah ﷻ berfirman,

ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
"Kemudian Tuhanmu (pelindung) bagi orang yang berhijrah setelah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan bersabar, sungguh, Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nahl 16: Ayat 110).

Sedangkan, saat dalam keadaan lapang dan senang, kita diperintah agar memiliki sikap bersyukur. Menurut Imam Ghazali, syukur itu mengandung dua makna. Pertama, syukur berarti menyadari secara sungguh-sungguh besarnya nikmat Allah. Kesadaran ini, kata Ghazali, akan menghindarkan manusia dari sikap sombong. Kedua, syukur berarti mempergunakan semua nikmat Allah sesuai dengan maksud yang Dia inginkan. Dengan begitu, nikmat tidak saja akan bertambah, seperti dijanjikan Allah ﷻ dalam Al-Qur'an, tetapi juga akan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.

Dalam sebuah hadis Rasulullah ﷺ, Said bin Abi Waqqash ra berkata: Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya?” Beliau menjawab, “Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Karena itu seseorang akan diuji menurut kadar agamanya. Jika agamanya kuat, cobaannya juga berat. Jika di dalam agamanya ada kelemahan, dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkan berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya.” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Ahmad).

Allah ﷻ berfirman,

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-(Nya)." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 125).

Pemahaman yang benar terkait ujian, baik ujian berupa kenikmatan maupun ujian berupa musibah kesedihan, akan memunculkan penyikapan yang tepat dari diri seorang Muslim. Baik itu sikap sabar ataupun sikap syukur, akan memunculkan ketenangan diri dan jiwa, serta memunculkan rasa ikhlas berserah diri kepada Allah ﷻ dalam menjalani kehidupannya.


Kiat agar Bersabar dan Bersyukur dalam Menjalani Hidup

Sabar adalah sebuah kata yang sudah sering kita dengar. Ringan diucapkan, namun tidak mudah untuk direalisasikan. Sedangkan, syukur mungkin mudah diucapkan dengan lisan. Namun, tanpa adanya ketaatan yang meningkat seiring nikmat yang bertambah, itu bukanlah wujud dari rasa syukur. Di sinilah pentingnya melakukan upaya-upaya untuk memupuk sikap sabar dan syukur, agar sikap ini tumbuh subur dan kokoh keberadaannya dalam jiwa setiap Muslim.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan, diantaranya:
  • Pertama, memahami hakikat sabar dan syukur. Kedua sikap ini merupakan salah satu bukti orang yang benar keimanannya dan wujud dari ketakwaannya.
  • Kedua, memahami bahwa ujian kehidupan merupakan sunnatullah, pasti akan terjadi pada siapapun.
  • Ketiga, memahami bahwa Allah ﷻ menimpakan semua kejadian untuk menguji manusia. Entah itu ujian berupa musibah ataupun keberlimpahan kenikmatan. Ada yang menerima ujian musibah dengan sabar, qana’ah dan penuh rasa syukur. Namun, tidak sedikit yang menghadapi ujian, dengan keluh kesah, kesal, marah dan menyalahkan Allah ﷻ. Padahal semua itu merupakan qadha’ –Nya yang harus diterima. Allah ﷻ berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
"(Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi) seperti kekeringan (dan tidak pula pada diri kalian sendiri) seperti sakit dan kematian anak (melainkan telah tertulis dalam Kitab) di Lauhul Mahfuzh (sebelum Kami menciptakannya) sebelum Kami menciptakan semuanya. Demikian pula mengenai hal yang menyangkut nikmat dikatakan seperti itu. (Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah)." (QS. Al-Hadid 57: Ayat 22).

Begitu pula dengan keberlimpahan kenikmatan, merupakan ujian bagi seorang Muslim, apakah dengan menikmatan itu akan mendatangkan sikap syukur yang menjadikannya bertambah ketaatannya kepada Allah ﷻ.
  • Keempat, ujian Allah ﷻ datang untuk menguji kadar keimanan kita. Setiap ujian yang baik disikapi dengan sabar ataupun syukur akan menunjukkan peningkatan derajat keimanan seorang Muslim di sisi Allah ﷻ.
  • Kelima, memahami status hukum sabar dan syukur serta keutamannya. Ada begitu banyak ayat dan hadis yang memerintahkan untuk bersabar dan bersyukur, dengan mengetahui dan memahami bahwa ini bagian dari perintahnya, akan memunculkan sikap untuk selalu berusaha memupuk sikap ini.

Selain pemahaman di atas, penting pula melakukan beberapa langkah praktis berikut untuk memupuk kesabaran dan mengokohkannya dalam jiwa kita:
  • Pertama, senantiasa mengembalikan setiap perkara yang terjadi kepada Allah ﷻ, dengan betul-betul disertai penyerahan diri bahwa segala sesuatu milik Allah ﷻ dan datang dari-Nya. Dialah Yang berhak terhadap apapun yang kita miliki termasuk yang bertanggung jawab pada kebaikan dan keberlangsungannya. Dia yang Rahman dan Rahim tidak akan menzalimi hamba-Nya. Semua yang terjadi karena kasih sayang-Nya kepada makhluk-Nya. Dia Mahakuasa untuk menghidupkan dan mematikan. Apapun bisa terjadi dengan kehendak-Nya. Segala kesedihan datang dari-Nya, begitu pula dengan segala kenikmatan adalah milik-Nya yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali.
  • Kedua, mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Allah ﷻ tidaklah menjadikan apa saja dengan sia-sia. Pasti ada hikmah di baliknya. Allah ﷻ berfirman,
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ...
"... Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 191).

Siapa yang mampu mengambil pelajaran dari setiap kejadian akan semakin mengimani begitu Mahakuasa Allah dan kian menyadari betapa lemahnya kemampuan manusia. Dua kesadaran ini berpadu dalam satu jiwa membentuk harapan dan optimisme terhadap kebaikan dan menjauhkannya dari sikap sombong dan arogan.
  • Ketiga, kisah keteladanan para nabi, sahabat dan ulama. Kisah mereka dapat menjadi motivasi dan inspirasi.
  • Keempat, saling menasihati. Sikap saling menasihati ini disebutkan Allah ﷻ sebagai salah satu yang akan menyelamatkan kita dari kerugian hidup. Allah ﷻ berfirman,
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
"kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (QS. Al-'Asr 103: Ayat 3).
  • Kelima, memohon kepada Allah ﷻ agar dianugerahi sifat sabar dan syukur. Setiap upaya atau ikhtiar harus dipadukan dengan harapan pada pertolongan Allah agar semua usaha berbuah kesuksesan. Harapan itu haruslah senantiasa kita sampaikan dalam setiap doa-doa yang dipanjatkan.


Penutup

Sikap sabar dan syukur merupakan salah satu bukti atas keimanan dan wujud dari ketakwaan seorang Mukmin. Dengan kedua sikap itu, seorang Mukmin menjalani setiap ujian dalam kehidupannya, baik itu ujian berupa kenikmatan ataupun ujian berupa kesedihan atas musibah yang menimpanya. Perintah untuk bersabar dan bersyukur telah banyak disebutkan, baik di dalam Al-Qur'an maupun hadis.

Pemahaman yang benar terkait ujian, baik ujian berupa kenikmatan maupun ujian berupa musibah kesedihan, akan memunculkan penyikapan yang tepat dari diri seorang Muslim. Baik itu sikap sabar ataupun sikap syukur, akan memunculkan ketenangan diri dan jiwa, serta memunculkan rasa ikhlas berserah diri kepada Allah ﷻ dalam menjalani kehidupannya.

Beberapa upaya untuk memupuk sikap sabar dan syukur, diantaranya: Pertama, memahami hakikat sabar dan syukur, yang merupakan salah satu bukti keimanan dan wujud dari ketakwaan. Kedua, memahami bahwa ujian kehidupan merupakan sunnatullah, pasti akan terjadi pada siapapun. Ketiga, memahami bahwa Allah ﷻ menimpakan semua kejadian untuk menguji manusia. Keempat, ujian Allah ﷻ datang untuk menguji kadar keimanan kita. Kelima, memahami status hukum sabar dan syukur serta keutamaannya.

Beberapa langkah praktis berikut untuk memupuk kesabaran dan mengokohkannya dalam jiwa kita: Pertama, senantiasa mengembalikan setiap perkara yang terjadi kepada Allah ﷻ, dengan betul-betul disertai penyerahan diri bahwa segala sesuatu milik Allah ﷻ dan datang dari-Nya. Kedua, mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Ketiga, kisah keteladanan para nabi, sahabat dan ulama. Keempat, saling menasihati. Kelima, memohon kepada Allah ﷻ agar dianugerahi sifat sabar dan syukur. Wallahua'lam bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.