Oleh: Ryah
Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seorang muslim, namun adakalanya sangat sulit memahami ilmu yang akan kita pelajari. Oleh karena itu ada hikmah yang bisa kita pelajari dari kisah Nabi Musa yang belajar dari Nabi Khidir.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Kahf Ayat 65 menerangkan,
فَوَجَدَا عَبۡدًا مِّنۡ عِبَادِنَاۤ اٰتَيۡنٰهُ رَحۡمَةً مِّنۡ عِنۡدِنَا وَعَلَّمۡنٰهُ مِنۡ لَّدُنَّا عِلۡمًا
Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.
Dikisahkan bahwa setelah Nabi Musa dan Yusya menelusuri kembali jalan yang dilalui tadi, mereka sampai pada batu yang pernah dijadikan tempat beristirahat. Di tempat ini, mereka bertemu dengan seseorang yang berselimut kain putih bersih. Orang ini disebut Khidir, sedang nama aslinya adalah Balya bin Mulkan. Ia digelari dengan nama Khidir karena ia duduk di suatu tempat yang putih, sedangkan di belakangnya terdapat tumbuhan menghijau. Keterangan ini didasarkan pada hadis berikut:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Dinamakan Khidir karena ia duduk di atas kulit binatang yang putih. Ketika tempat itu bergerak, di belakangnya tampak tumbuhan yang hijau." (Riwayat al-Bukhari)
Allah ﷻ juga menyebutkan bahwa Khidir itu ialah orang yang mendapat ilmu langsung dari Allah. Ilmu itu tidak diberikan kepada Nabi Musa, sebagaimana juga Allah telah menganugerahkan ilmu kepada Nabi Musa yang tidak diberikan kepada Khidir.
Menurut Hujjatul Islam al-Gazali, bahwa pada garis besarnya, ada dua cara bagi seseorang untuk mendapatkan ilmu:
1. Proses pengajaran dari manusia, disebut at-ta'lim al-insani, yang dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. Belajar kepada orang lain (di luar dirinya).
b. Belajar sendiri dengan menggunakan kemampuan akal pikiran.
2. Pengajaran yang langsung diberikan Allah kepada seseorang yang disebut at-ta'lim ar-rabbani, yang dibagi menjadi dua juga, yaitu:
a. Diberikan dengan cara wahyu, yang ilmunya disebut: 'ilm al-anbiya' (ilmu para nabi) dan ini khusus untuk para nabi.
b. Diberikan dengan cara ilham yang ilmunya disebut 'ilm ladunni (ilmu dari sisi Tuhan). 'Ilm ladunni ini diperoleh dengan cara langsung dari Tuhan tanpa perantara.
Kejadiannya dapat diumpamakan seperti sinar dari suatu lampu gaib yang langsung mengenai hati yang suci bersih, kosong lagi lembut. Ilham ini merupakan perhiasan yang diberikan Allah kepada para kekasih-Nya (para wali).
Lalu ketika keduanya telah sampai ke tempat hilangnya ikan itu, mereka menuju ke arah batu tempat mereka beristirahat beberapa waktu atau beberapa hari yang lalu.
Di tempat itulah mereka berdua bertemu dengan seorang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, berupa kenabian atau aneka macam nikmat lainnya, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya secara langsung dari sisi Kami, yaitu ilmu tentang perkara-perkara gaib yang tidak dimengerti oleh manusia pada umumnya.
Menurut sebagian besar mufasir yang dimaksud dengan hamba yang saleh itu adalah Nabi Khidr. Keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Nabi Khidr, mendorong Nabi Musa ingin tertemu dan belajar kepadanya.
Dari kisah tersebut dapat diambil pelajara bahwan seorang penuntut ilmu tidak boleh merasa lebih tahu dari yang mengajarkan, karena ilmu sifatnya seperti air 'dia mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah'. Para ulama sepakat bahwa Nabi Musa lebih utama dari Nabi Khidir, karena Nabi Musa termasuk Ulul Azmi dan Rasul yang spesial (Ulul Azmi adalah Nabi Muhammad, Nabi Musa, Nabi ‘Isa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Nuh ‘alahimussalam).
Namun ketika Nabi Musa ingin belajar pada Nabi Khidir beliau memposisikan dirinya lebih rendah agar ilmu dari Nabi Khidir dapat mengalir pada Nabi Musa. Begitulah seharusnya pembelajar, ketika kita menemui kesulitan dalam belajar, hal pertama yang harus dilakukan adalah bercermin, jangan-jangan ilmu itu susah kita pahami karena kita memposisikan diri kita lebih tinggi dari yang mengajarkan kita.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”