Oleh: Honriani Nst
Tak bisa dipungkiri bahwa semua makhluk hidup pasti membutuhkan air yang sumbernya datang dari hujan. Dari air hujan ini akan membentuk danau, sungai, sumur, atau pun lautan yang bisa digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jauh sebelum ilmuwan mengeluarkaan teori tentang proses terjadinya hujan, Al Qur'an sudah menjelaskan teori terjadinya hujan dengan sangat detail. Bahkan Al-Qur’an juga menjelaskan tentang jumlah air hujan yang turun, semuanya terjadi atas kehendak Allah ﷻ. Al-Qur’an juga menjelaskan tentang kegunaan air hujan tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Allah ﷻ dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satu di antaranya adalah surat Al-Mu’minun ayat 18 berikut:
وَأَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الأرْضِ وَإِنَّا عَلَى ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ (18)
Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran: lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.
Pada awal ayat ini Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia menurunkan hujan dengan kadar tertentu, sesuai dengan kebutuhan makhluk-Nya. Tentu bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi jika Allah menurunkan hujan yang lebat terus-menerus tanpa henti selama sebulan, beberapa daerah tentu akan mengalami banjir besar. Tapi Allah tidak melakukan hal itu, Allah menurunkan hujan sesuai dengan kadarnya. Keadaan ini patut disyukuri oleh manusia. Sayangnya, saat ini banyak manusia yang tidak bersyukur, mereka sibuk melakukan maksiat melanggar perintah Allah ﷻ. Mereka mengundang azab dari Allah ﷻ, hingga Alah pun membuat daerah mereka mengalami banjir. Pemerintah setempat sibuk memperbaiki drainase tapi abai mengingatkan rakyatnya agar taat kepada Alah ﷻ. bahkan mereka memfasilitasi rakyatnya melakukan maksiat. Seolah-olah mereka menilai teknologi yang canggih akan mampu menghentikan hujan, padahal hanya Allah saja yang berkuasa menghentikan hujan.
Begitu juga halnya jika Allah ﷻ tidak pernah menurunkan hujan selama setahun, tentu akan terjadi kemarau panjang yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan mati, begitu juga hewan akan mati kehausan, manusia pun akan kelaparan karena manusia tidak memperoleh apa yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Begitulah Allah memberikan nikmat-Nya kepada manusia berupa turunnya hujan dengan kadar tertentu sesuai dengan kebutuhan, tidak terlalu banyak yang akibatnya dapat merusak tanah dan bangunan, dan tidak terlalu sedikit yang akibatnya tidak mencukupi buat tanam-tanaman dan pohon-pohon yang berbuah, melainkan menurut suatu ukuran sesuai dengan kebutuhannya, baik untuk pengairan, untuk minum maupun untuk manfaat lainnya.
Tanah-tanah yang memerlukan air itu banyak karena banyak tanamannya, tetapi tanah-tanah tersebut tidak dapat menampung air hujan karena terdiri atas padang pasir. Maka air didatangkan kepadanya dari negeri lain, seperti yang terjadi di negeri Mesir. Menurut kisahnya, tanah mesir dahulunya adalah tanah yang tandus. Allah mengalirkan kepadanya Sungai Nil yang membawa lumpur merah yang hanyut bersama alirannya dari negeri Habsyah di musim penghujannya. Maka air datang dengan membawa tanah merah dan menyirami negeri Mesir, sedangkan tanah merah itu menetap di negeri Mesir pada kedua tepinya, sehingga tanah mesir menjadi subur dan dapat ditanami oleh penduduknya, karena sesungguhnya sebagian besar tanah Mesir terdiri atas pasir. Mahasuci Allah Yang Maha-lembut, Maha-waspada, Maha-Penyayang lagi Maha-Pemaaf.
Begitulah, Allah jadikan air itu bila telah diturunkan dari awan menetap di bumi dan Allah jadikan bumi dapat menerimanya dan menyerapnya sehingga semua bebijian dan bibit-bibit yang ada padanya dapat memperoleh makanan dari air itu. Seandainya Allah menghendaki bahwa langit tidak menurunkan hujan, tentulah Allah dapat melakukannya. Seandainya Allah bermaksud menimpakan musibah, tentulah Allah dapat melakukannya, yaitu dengan memalingkan air hujan dari manusia dan mengarahkannya ke tempat-tempat yang tandus, hutan belantara, dan tempat-tempat lainnya yang tak berpenghuni. Dan seandainya Allah menghendaki, tentulah Allah dapat mengubah rasanya menjadi asin sehingga tidak dapat diminum dan tidak dapat dijadikan pengairan, dan Allah dapat melakukannya. Seandainya Allah menghendaki tidak sekali-kali air hujan di turunkan ke bumi melainkan menggenang di permukaannya, tentulah Allah dapat melakukannya. Dan seandainya Allah menghendakinya tidak sekali-kali turun ke bumi melainkan masuk ke dalam perut bumi sampai jarak yang tidak terjangkau oleh manusia sehingga manusia tidak dapat memanfaatkannya, tentulah Allah dapat melakukannya. Tetapi berkat kelembutan dan rahmat Allah, Dia menurunkan air hujan dari langit berupa air yang tawar, menyegarkan, dan mudah diminum. Lalu Dia menempatkannya di bumi dan mengalirkannya menjadi sumber-sumber air yang pada akhirnya terbentuklah mata air-mata air dan sungai-sungai yang mengalir, sehingga dapat dijadikan sebagai pengairan tanam-tanaman dan pohon-pohonan yang berbuah. Dari air yang diturunkan Allah itu manusia minum, demikian pula hewan ternak serta hewan peliharaan. Dengan air manusia mandi, bersuci, dan membersihkan diri dengan air tersebut. Akhirnya segala puji bagi Allah atas semua karunia-Nya.
Pada ayat berikutnya Allah ﷻ menjelaskan tentang kegunaan air hujan, dari air hujan itu akan tumbuh kebun-kebun buah. Kebun-kebun itu akan menjadi pemandangan yang indah yang bisa dinikmati oleh manusia. Saat ini kita mengenal wisata buah, sebuah tempat yang dipenuhi dengan tanaman buah-buahan, tanpa hujan tentu tak kan ada kebun buah ini. Maka sesuatu yang sangat tidak pantas jika pemilik kebun memungut biaya yang mahal dari orang yang ingin melihat keindahan kebun tersebut, pungutlah biaya yang wajar.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”