Para ulama kaum Muslim sepakat, mencari atau meraih ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. Dalilnya antara lain sabda Rasulullah ﷺ:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim (HR Ibnu Majah).
Kewajiban mencari atau meraih ilmu ini juga bisa dipahami dari kewajiban setiap Muslim untuk selalu terikat dengan hukum-hukum Allah ﷻ atau syariah Islam. Sebabnya, setiap perbuatan manusia sekecil apapun, baik atau buruk, akan dibalas oleh Allah ﷻ di Akhirat kelak. Allah ﷻ berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Karena itu siapa saja yang melakukan kebaikan sekecil apapun akan melihat balasan (kebaikan)-nya dan siapapun yang melakukan keburukan sekecil apapun akan melihat balasan (keburukan)-nya (TQS az-Zalzalah [99]: 7-8).
Karena itulah dalam kaidah ushul, sebagaimana dinyatakan oleh Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, disebutkan:
اَلْأَصْلُ فِي اْلأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ باِلْحُكْمِ الشَّرْعِيِّ
Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariah.
Karena itu pula, agar selalu terikat dengan syariah Islam, setiap Muslim wajib mengetahui terlebih dulu hukum syariah atas setiap perbuatan yang akan dia lakukan: apakah wajib, sunnah, mubah (halal), haram atau makruh. Sebabnya, semuanya akan dihisab dan dibalas oleh Allah ﷻ di akhirat kelak.
Itulah mengapa setiap Muslim wajib mencari ilmu-ilmu agama (tafaqquh fî ad-dîn). Bahkan di antara kebaikan yang Allah ﷻ berikan kepada seorang Muslim adalah saat dia paham agama. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, Dia akan memberikan kepada dirinya paham agama (HR al-Bukhari dan Muslim).
Agar paham agama, seseorang tentu harus banyak belajar agama. Sebabnya, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
Sungguh ilmu itu hanya (bisa dikuasai) dengan belajar (HR al-Bukhari dan Muslim).
Di antara yang termasuk mempelajari ilmu-ilmu agama adalah dengan banyak bertanya kepada para ahli ilmu (ulama). Demikian sebagaimana diperintahkan oleh Allah ﷻ:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Karena itu bertanyalah kalian kepada ahli zikir (ahli ilmu) jika kalian tidak tahu (QS an-Nahl [16]: 43).
Di sini pula pentingnya setiap Muslim menghadiri majelis-majelis para ulama (majelis-mejelis ilmu). Dengan kata lain, di sinilah pentingnya setiap Muslim 'termasuk kaum ibu' rajin ikut pengajian. Dengan rajin ikut pengajian, mereka bisa bertanya banyak hal tentang agama kepada ahlinya (para ulama).
Sebaliknya, saat seorang Muslim jauh dari majelis-majelis ilmu, tentu ia tak akan banyak tahu ilmu-ilmu agama. Ia tak akan banyak paham hukum-hukum Islam. Saat demikian, ia berpeluang jatuh ke dalam ragam kemaksiatan. Karena itulah Imam Ibnu al-Jauzi rahimahulLâh mengingatkan kita:
اِعْلَمْ أَنَّ أَوَّلَ تَلْبِيْسِ إِبْلِيْس عَلَى النَّاسِ صَدُّهُمْ عَنِ الْعِلْمِ؛ لِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ، فَإِذَا أَطْفَأَ مَصَابِيْحَهُمْ خَبَّطَهُمْ فِي الظُّلْمِ كَيْفَ شَاءَ
Ketahuilah bahwa tipuan iblis yang pertama kali kepada manusia adalah dengan membuat mereka berpaling dari ilmu. Sebab sesungguhnya, ilmu adalah cahaya. Saat iblis mampu memadamkan cahaya-cahaya manusia maka iblis bakal mudah menjatuhkan mereka dalam kegelapan (kesesatan) sebagaimana yang dia kehendaki. (Ibnu al-Jauzi, Talbîs Iblîs, hlm. 739).
Karena itulah hendaknya kita tidak boleh menjauh dari majelis-majelis ilmu atau malas dalam mendalami ilmu-ilmu agama. Sebabnya, setan akan jauh lebih mudah menyesatkan orang-orang bodoh daripada orang-orang yang berilmu. Betapa banyak orang terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan karena kebodohan, keawaman atau ketidaktahuan mereka terhadap hukum-hukum agama (halal-haram).
Itulah yang kita saksikan saat ini. Banyak pemimpin, karena bodoh terhadap agama (Islam), mereka sering mengeluarkan berbagai kebijakan yang menzalimi rakyat. Banyak pejabat, karena tak mengenal ajaran agama, terjerumus dalam banyak kasus korupsi, suap-menyuap dan tindakan menyimpang lainnya.
Banyak orang-orang awam, karena tidak terlalu paham ajaran Islam, terjerumus dalam ragam dosa dan kemaksiatan. Banyak remaja, misalnya, pacaran dan terlibat pergaulan bebas (perzinaan). Muncullah fenomena anak-anak SMP/SMA hamil di luar nikah. Banyak pasangan suami-istri terlibat dalam perselingkuhan (perzinaan). Banyak suami/istri melakukan tindakan KDRT. Banyak yang terlibat LGBT. Banyak yang terjerat narkoba dan aneka kejahatan lain.
Semua ini, antara lain, karena mereka tidak paham atau bodoh terhadap agama. Karena itu setiap orang wajib mendalami agama. Di antaranya dengan sering-sering ikut pengajian atau hadir di majelis-majelis ilmu.
Karena itu pula tentu aneh jika ada yang nyinyir terhadap fenomena rajinnya kaum Muslim, khususnya kaum ibu-ibu Muslimah, mendatangi pengajian atau majelis-majelis taklim. Apalagi sampai ada pihak-pihak yang mempersekusi pengajian dengan sembarang menuding para ustadz pengisinya 'tanpa tabayyun (klarifikasi), dialog dan diskusi' sebagai radikal, berbahaya, memecah-belah, dll. Di sisi lain, banyaknya fenomena kemaksiatan di sekeliling mereka seolah tak mereka pedulikan.
Keutamaan Ahli Ilmu
Selain wajib, meraih ilmu juga adalah aktivitas yang istimewa. Apalagi, jika karena jerih-payahnya mencari ilmu, seseorang kemudian menjadi ahli ilmu (ulama). Mereka ini mendapatkan pujian langsung dari Allah ﷻ. Allah ﷻ, misalnya, berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan mereka yang diberi ilmu beberapa derajat (TQS al-Mujadalah [58]: 11).
Allah ﷻ pun berfirman:
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ
Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Demikian pula kesaksian para malaikat dan ahli ilmu (ulama) yang menegakkan keadilan (TQS Ali Imran [3]: 18).
Menurut Ibnu Jama’ah, dalam ayat di atas Allah ﷻ memulai dengan Diri-Nya sendiri, berikutnya para malaikat-Nya, lalu ahli ilmu (ulama). Cukuplah hal demikian menunjukkan keagungan, keutamaan, kemuliaan dan keluhuran ahli ilmu (Al-Qadhi Ibnu Jama’ah al-Kinani asy-Syafi’i, Tadzkirah as-Sâmi’ wa al-Mutakallim, hlm. 13).
Keagungan, keutamaan, kemuliaan dan keluhuran para ahli ilmu (ulama) ini juga karena sesungguhnya hanya merekalah yang memiliki rasa takut yang besar kepada Allah ﷻ, sebagaimana firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sungguh yang memiliki rasa takut kepada Allah itu hanyalah para ulama (TQS Fathir [35]: 28).
Keutamaan Majelis Ilmu
Sebagaimana mulia dan agungnya kedudukan ahli ilmu (ulama), demikian pula majelis-majelis ilmu mereka. Karena itu banyak sekali keutamaan berkunjung ke majelis-majelis ilmu. Tentu dalam rangka meraih ilmu atau memahami agama ini. Rasulullah ﷺ, misalnya bersabda:
مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ كَانَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى يَرْجِعَ
Siapa saja yang ke luar rumah dalam rangka meraih ilmu maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali pulang (HR at-Tirmidzi).
Rasulullah ﷺ pun bersabda:
مَا مِنْ خَارِجٍ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ إِلَّا وَضَعَتْ لَهُ الْمَلَائِكَةُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا بِمَا يَصْنَعُ
Tidaklah seseorang ke luar rumah untuk mencari ilmu kecuali para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha atas apa yang dilakukan oleh para pencari ilmu (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Pentingnya Ibu-Ibu Rajin Mengaji
Khusus kaum wanita, termasuk kaum ibu, tentu sangat penting untuk rajin ikut pengajian atau hadir di majelis-majelis taklim. Sebabnya, para ibu atau para wanita calon ibu adalah pendidik generasi. Bahkan baik-buruknya generasi salah satunya bergantung pada peran ibu-ibu mereka. Meminjam kata-kata penyair Mesir, Hafizh Ibrahim:
ألأُمُّ مَدرَسَةٌ إِذا أَعْدَدْتَها أَعْدَدْتَ شَعباً طَيِّبَ الأَعراقِ
Ibu itu madrasah (sekolah). Jika Anda mempersiapkan (dengan baik) kaum ibu, berarti Anda mempersiapkan (dengan baik) generasi keturunan yang baik.
Untuk itulah, sekali lagi, penting setiap wanita atau kaum ibu untuk terus menempa dirinya dengan ilmu-ilmu agama. Tentu karena mereka adalah “madrasah (sekolah)”. Madrasah (sekolah) sejatinya adalah gudang ilmu. Apa yang diharapkan dari madrasah (sekolah) yang di dalamnya nir ilmu? Dengan kata lain, apa yang kita harapkan dari kaum ibu yang faqir ilmu atau tidak memiliki bekal ilmu dan pengetahuan (agama) yang cukup? Tentu dari mereka hanya akan lahir generasi yang bisa kehilangan peradaban masa depan yang mulia, yang diridhai oleh Allah ﷻ.
Alhasil, hanya kaum ibu yang memiliki bekal ilmu (khususnya ilmu-ilmu agama) yang memadai yang bisa mempersiapkan dan melahirkan generasi terbaik. Merekalah yang mampu mencetak generasi yang hebat, yang dapat memberikan kontribusi besar dalam kemajuan peradaban umat manusia. Kaum ibu yang cerdaslah 'dengan bekal ilmu yang cukup' yang mampu mendidik anak-anak mereka hingga mereka memiliki pengaruh besar bagi kemajuan umat manusia, sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki oleh Islam.
Hikmah:
Umar bin Abdul Aziz rahimahulLâh berkata:
إِنْ اسْتَطَعْتَ فَكُنْ عَالِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَكُنْ مُتَعَلِّمًا، وَ إِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَأحِبهُمْ، وَ إِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَلاَ تُبْغِضُهُم
Jika engkau mampu, jadilah seorang alim (ulama). Jika engkau tidak mampu, jadilah pembelajar (murid/santri). Jika tidak engkau mampu, cintailah para ulama dan para pembelajar (murid/santri). Jika engkau pun tidak mampu, janganlah sekali-kali membenci mereka. (Ibnu Abdil Barr, Jâmi’ Bayân al-‘Ilmi wa Fadhlihi, 1/35).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 283