Oleh: Arik Rahmawati
Pada Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 170 menerangkan,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُوا۟ بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۗ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْـًٔا وَلَا يَهْتَدُونَ
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
Inilah jawaban tegas dari orang-orang yang mengikuti langsung langkah syaitan. Meskipun yang kita tawarkan adalah kebenaran tidak serta merta mereka mau menerima dengan lapang dada. Mereka enggan menerima petunjuk dan bersikap sombong.
Inilah sifat syaithon yang sesungguhnya. Setan itu makhluk Allah yang terusir dari surga karena mengingkari perintah Allah dan dia juga bersifat sombong. Setan itu menjadi pemimpin bagi orang yang membangkang perintah Allah.
Adapun orang yang memiliki sifat seperti setan dia berarti pengikutnya setan. Setan itu kufur terhadap perintah Allah. Maka dia disebut dengan kafir. Berarti manusia yang mengikuti perbuatan setan berarti dia telah kafir. Maka dia disebut dengan orang-orang kafir.
Rupanya hari ini banyak kita temukan orang-orang yang masih mengikuti tradisi leluhur yang tidak berdasar Quran. Contohnya adalah menggunakan sesajen, menanam kepala kerbau, melempar sesajen ke laut, sedekah laut, sedekah bumi yang dirayakan secara besar-besaran di masyarakat. Menginjak telur jika akan menikah. Dan masih banyak tradisi jahiliah yang masih hidup di tengah-tengah masyarakat. Jelas ini adalah tradisi jahiliah.
Tujuan mereka menanam kepala kerbau adalah agar dimudahkan segala urusannya. Ini adalah jelas-jelas perbuatan syirik yang dilarang agama sejak dulu. Melemparkan makanan ke laut agar tidak terjadi bencana juga merupakan perbuatan yang sia-sia karena yang memberikan keselamatan itu bukan laut tetapi Allah ﷻ.
Memberikan sesajen lengkap nasi plus lauk daging dan buah di bawah kaki gunung Merapi misalnya itu juga adalah perbuatan syirik karena menganggap gunung lah yang memberikan kesejahteraan dan keselamatan kepada manusia.
Jika hal itu ditanyakan kepada mereka mengapa melakukan hal demikian maka jawabannya adalah karena melanjutkan tradisi nenek moyangnya. Padahal apa yang dilakukan nenek moyang itu belum tentu benar. Mereka tidak mau berpikir sama sekali. Mereka hanya ikut-ikutan. Kalau dalam bahasa fikihnya mereka itu hanya bertaqlid buta kepada nenek moyangnya. Hukum taqlid tersebut adalah haram.
Apa yang dilakukan oleh nenek moyang mereka bukanlah sebuah ibadah tetapi penyimpangan. Ini semua meyalahi syariah. Nenek moyangnya mereka bukanlah seorang nabi bukanlah orang yang ditunjuk Allah menjadi rasul sehingga tak boleh diikuti. Dia hanyalah manusia biasa yang tak diberi wahyu. Yang wajib kita ikuti adalah rasul yang ditunjuk oleh Allah.
Seharusnya jika ingin diberikan kesejahteraan keselamatan dan kebahagiaan hendaknya berharap kepada Allah jangan berharap kepada selain Allah. Berharap kepada gunung, laut, pohon besar dan lain-lain itu adalah kesesatan. Itu adalah sebuah kesalahan besar karena menyekutukan Allah ﷻ.
Jadi apa yang kita lakukan harus kita pikirkan terlebih dahulu. Kita diberikan potensi akal oleh Allah untuk membedakan mana yang baik ataupun mana yang buruk. Hendaknya kita ikuti wahyu. Kalau kita mengikuti manusia maka manusia itu sifatnya lemah dan terbatas. Manusia itu bisa salah. Lain halnya kalau kita mengikuti petunjuk dari rasul. Rasul itu memberikan kita petunjuk bukan dari dirinya sendiri. Akan tetapi berdasarkan wahyu dari Allah ﷻ. Jadi wahyu itu tidak mungkin salah. Rasul itu orang yang terjaga ataupun maksum.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”