Ramadhan identik dengan jihad. Sejarah memperlihatkan bahwa sejak masa Rasulullah ﷺ, Ramadhan telah menjadi bulan jihad dan penaklukan. Kaum Muslim tidak menjadi lemah karena puasa. Apalagi bermalas-malasan. Justru semangat perjuangan dan pengorbanan malah bergelora pada bulan penuh berkah ini.
Peperangan dan Penaklukan
Jihad, dalam makna syariah, adalah qitâl (perang). Tidak ada makna selain itu. Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan bahwa jihad adalah mengerahkan usaha dalam memerangi kaum kafir (Fath al-Bâri, 3/6).
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani juga menjelaskan bahwa jihad adalah mengerahkan kemampuan dalam peperangan di jalan Allah secara langsung atau memberikan bantuan dengan harta, atau pemikiran, atau memperbanyak logistik atau lain sebagainya. Dengan demikian perang untuk meninggikan kalimat Allah itulah jihad (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, 2/147).
Jihad adalah bagian dari syariah Islam, yang bahkan mendatangkan pahala besar dari Allah ﷻ. Tidak sepatutnya seorang Muslim menghinakan atau menuduh jihad sebagai ajaran terorisme. Jihad dalam Islam dibarengi dengan pelaksanaan adab-adab luhur semisal larangan membunuh warga sipil seperti wanita, anak-anak dan rahib; larangan merusak rumah ibadah; juga larangan membunuh hewan ternak dan merusak tanaman.
Dalam kitab-kitab fikih, bahasan jihad selalu seputar perang, harta rampasan perang, tawanan perang, perjanjian damai, dsb. Perintah berjihad terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah. Di antaranya firman Allah ﷻ:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
Perangilah orang-orang yang tidak mengimani Allah dan Hari Akhir, yang tidak mengharamkan apa yang telah Allah dan Rasul-Nya haramkan, dan yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), yaitu kaum yang telah diberi Kitab, hingga mereka membayar jizyah dengan patuh (TQS at-Taubah [9]: 29).
Adapun dalam as-Sunnah, Rasulullah ﷺ antara lain bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengatakan Lâ Ilâha illa Allâh Muhammad RasûlulLâh (Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah) (HR al-Bukhari dan Muslim).
Baginda Nabi ﷺ. juga menyebut jihad adalah bagian dari ajaran Islam, bahkan merupakan puncaknya:
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
Pokok dari perkara agama adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad (HR at-Tirmidzi).
Terdapat banyak pujian dari Allah dan Rasul-Nya bagi kaum Muslim yang menunaikan jihad fi sabilillah. Di antaranya Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ
Sungguh Allah telah membeli dari kaum Mukmin, baik diri maupun harta mereka, dengan bayaran surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah hingga mereka membunuh atau terbunuh (TQS at-Taubah [9]: 111).
Nabi ﷺ menyebut orang yang berjihad fi sabilillah tidak akan masuk neraka:
لَا يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ
Tidak akan berkumpul menjadi satu debu di jalan Allah dengan asap neraka (HR at-Tirmidzi).
Nabi ﷺ juga bersabda:
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ
Sungguh pintu-pintu surga berada di bawah naungan pedang (HR at-Tirmidzi).
Sepanjang sejarah, Ramadhan berisi aktivitas jihad dan penaklukan oleh kaum Muslim. Pada masa Nabi ﷺ terjadi dua peristiwa besar, yakni Perang Badar al-Kubra dan Penaklukan Makkah. Keduanya berlangsung pada bulan Ramadhan. Perang Badar terjadi pada Ramadhan pertama saat ibadah shaum diwajibkan. Dalam perang tersebut kaum Muslim hanya berjumlah 313 prajurit, dengan dua ekor kuda perang dan 30-40 ekor unta. Sebaliknya, pasukan musyrik Quraisy memiliki dua ratus ekor kuda perang dan sekitar seribu orang prajurit. Namun, dalam perang tersebut Allah ﷻ menurunkan pertolongan-Nya sehingga kaum Muslim mendapatkan kemenangan (Lihat: QS al-Anfal [8]:9).
Sementara itu Penaklukan Makkah terjadi pada tanggal 10 Ramadhan 8 H, Rasulullah ﷻ beserta 10 ribu pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah. Beliau dan pasukan kaum Muslim dapat menguasai Makkah secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikit pun, sekaligus menghancurkan berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka’bah.
Perang besar lain yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah Perang Hittin. Saat itu umat Islam yang dipimpin oleh Shalahuddin al-Ayyubi melawan kerajaan salib berhasil merebut kembali Yerusalem (Perang Salib III). Perang ini terjadi pada musim panas pada bulan Ramadhan 4 Juli 1187 M. Wilayah Tiberias, di dekat Kota Hittin, Israel sekarang, adalah medan laga antara pasukan Muslim dan para pembela salib ini.
Dalam Perang Hittin ini pasukan Shalahuddin al-Ayyubi berhasil menghancurkan pasukan Salib dan merebut kembali Yerusalem. Pasukan Islam juga berhasil menghancurkan faksi Chatillon pimpinan Raynald dari Prancis yang telah menyiapkan pasukan untuk menyerang Makkah.
Perang besar lain yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah Perang ‘Ain Jalut melawan invasi pasukan Mongol yang berhasil menghancurkan Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Pada 15 Ramadhan 658 H, pasukan kaum Muslim bangkit dan melakukan perlawanan. Pasukan kaum Muslim bersama para ulama di bawah pimpinan Sultan Qutuz dari Dinasti Mamluk, Mesir, berangkat ke Palestina setelah Mongol menguasai wilayah tersebut. Kedua pihak bertemu di ‘Ain Jalut. Kemenangan diraih kaum Muslim yang sekaligus mengakhiri kekuasaan Mongol.
Inilah sebagian dari perang dan penaklukan yang terjadi pada Bulan Ramadhan. Selain menjalankan ibadah shaum, kaum Muslim juga berjuang mengorbankan jiwa dan raga mereka.
Umat Perlu Pembebasan
Perintah jihad tidak terhapus sekalipun saat ini kaum Muslim tidak lagi memiliki Kekhilafahan untuk memimpin mereka. Kewajiban berjihad berlanjut terus hingga Hari Kiamat sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
الْجِهَادَ مَاضٍ مُنْذُ بَعْثِ اللَّهِ رَسُولَهُ إِلَى آخِرِ عِصَابَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يُقَاتِلُونَ الدَّجَّالَ
Jihad itu berlangsung sejak Allah mengutus rasul-Nya hingga generasi kaum Muslim terakhir memerangi Dajjal (HR Abu Dawud).
Apalagi pada Ramadhan kali ini kita melihat nasib tragis menimpa saudara seiman di sejumlah negeri. Kaum Muslim Palestina telah lama kehilangan sebagian besar tanah airnya akibat agresi militer Israel yang didukung Barat. Akibatnya, puluhan ribu Muslim Palestina terbunuh. Sebagian lagi dipenjara tanpa pengadilan. Sebagian lainnya masih terus mengalami kekerasan dari militer Israel hingga saat ini.
Begitu pula nasib Muslim Rohingya di Myanmar yang menjadi korban kekejaman militer Budha. Di Cina, umat Muslim Uyghur mengalami aksi genosida. Bahkan pada bulan Ramadhan ini kaum Muslim di sana dilarang menjalankan ibadah shaum.
Penderitaan umat ini telah berjalan selama puluhan tahun tanpa ada yang benar-benar peduli apalagi membela. Selain retorika kosong para pemimpin Dunia Islam, mereka hanya mendapat bantuan logistik ala kadarnya yang jauh dari pemenuhan kebutuhan umat. Sampai hari ini umat Muslim menjadi pengungsi terbesar di dunia. Ironinya, sebagian justru menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Yang mengherankan, sebagian dari para pemimpin Muslim berjabat tangan dengan para penjarah dan pembunuh kaum Muslim. Bahkan menurut mereka, penderitaan Dunia Islam hari ini seperti Palestina bukanlah urusan dalam negeri mereka.
Dulu umat memiliki junnah (perisai) yang melindungi mereka. Makkah dapat dibebaskan. Palestina dan Yerusalem dapat direbut kembali dari cengkeraman musuh.
Namun, hari ini umat kehilangan pelindungnya, yakni Khilafah. Tanpa Khilafah mereka telah lama terlunta-lunta. Pada bulan Ramadhan ini, misalnya, saat sebagian Muslim menikmati sahur, berbuka dan shalat tarawih dengan tenang, mereka hidup di bawah ancaman serangan mematikan. Terjangan peluru dan ledakan bom terus menghujani mereka.
Alhasil, umat membutuhkan pemimpin yang berfungsi sebagai junnah (perisai/pelindung), sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi ﷺ:
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sungguh Imam (Khalifah) adalah perisai/pelindung; orang-orang berperang di belakang dirinya dan menjadikan dia sebagai pelindung (HR Muslim).
Dalam kondisi saat ini kaum Muslim sesungguhnya telah diperintahkan untuk melakukan jihad fi sabilillah sebagaimana firman Allah ﷻ:
فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ
Oleh sebab itu, siapa saja yang menyerang kalian, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kalian (TQS al-Baqarah [2]: 194).
Wahai kaum Muslim! Lihatlah nasib saudara-saudara kita pada bulan agung ini. Sebagian dari mereka tertindas dan diperangi di negeri mereka sendiri. Sampai hari ini tak ada yang menolong dan membebaskan mereka. Pada saat yang sama kita dapat makan dan minum dengan leluasa. Padahal Allah ﷻ telah memerintahkan kita untuk menolong mereka:
وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
Jika mereka meminta tolong kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama maka kalian wajib menolong mereka (TQS al-Anfal [8]: 72).
Hikmah:
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يُسْلِمُهُ
Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain. Dia tidak boleh menzalimi dan menelantarkan saudaranya. (HR Muslim).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 288