Oleh: Lilik Yani
Pelajaran agama yang tak kusuka saat SD dulu adalah membaca Al-Qur'an. Sungguh memprihatinkan, tak pernah dikenalkan pedoman hidup sejak kecil.
Cukup rajin salat, puasa, tahu sopan santun, juara kelas, nilai akademis bagus. Orang tua sudah bangga memiliki anak dengan prestasi akademis.
Saat pelajaran agama. Disuruh membaca surat-surat pendek juz 30, aku tak bisa. Guru membimbing, aku menirukan. Tak juga paham, apalagi bisa. Aku membaca tulisan latinnya. Salah, tak sesuai makhraj jadinya.
Bukannya semangat belajar, aku semakin tak suka pelajaran tersebut. Saat diingatkan, aku jawab, sudah bisa. Aku malu jika dibilang tak bisa. Aku malu jika banyak disalahkan. Aku belajar sendiri dengan mengenali huruf dan bacaan latinnya.
Aku merasa bisa. Tahu apa jadinya? Saat ikut belajar tahsin di Tamyiz, bacaanku salah semua. Aku harus rela belajar tahsin lagi, bersama rombongan para lanjut usia. Di kampus tercinta. Aku termasuk peserta agak muda.
Kesadaran yang terlambat. Betapa malunya. Tapi semangat tetap menyala. Semoga Allah mengampuni kesombonganku, dan memberi kesempatan belajar hingga ajal tiba. Belajar tak mengenal usia. Bismillah.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”