Oleh: Honriani Nst
Tidak jarang kita mendengar tanggapan orang tentang orang kaya yang mengendarai mobil mewah, menempati rumah gedung bak istana, memakai pakaian mewah yang menawan dan memakan makanan-makanan mahal dan enak sebagai orang yang sombong. Tanggapan itu tanpa memperhatikan cara orang kaya tersebut memperoleh hartanya dan tanpa memperhatikan apakah orang kaya tersebut merupakan orang yang taat atau tidak taat pada perintah Allah ﷻ. Yang penting mereka menganggap bahwa orang kaya adalah orang yang sombong. Benarkah demikian?
Al-Qur’an sebagai kitab panduan hidup bagi manusia, sudah menjelaskan tentang makna sombong. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa sombong itu merupakan sikap orang yang tidak tunduk pada aturan Allah Allah ﷻ. Misal, Allah ﷻ melarang riba, eh manusianya malah asyik dengan ekonomi ribawi. Alasannya bermacam-macam, bahkan ada yang beralasan jika tidak dengan riba tidak bisa makan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa orang tersebut bukanlah orang kaya. Dari sini bisa difahami bahwa sombong itu tidak otomatis melekat pada orang kaya, tapi bisa juga melekat pada orang miskin.
Contoh lain, Allah ﷻ memerintahkan manusia untuk melakukan muhasabah lil hukkam (menasehati penguasa), eh malah tidak sedikit umat manusia, khususnya umat Islam yang tidak mau melakukan muhasabah lilhukkam dengan alasan hal tersebut merupakan hal yang tidak baik, merupakan perkara melawan pemerintah. Bahkan tuduhan miring sering disematkan pada para pelaku muhasabah lil hukkam sebagai kelompok teroris, radikal yang patut dijauhi ataupun dimusuhi. Muhasabah lilhukkam pun dipandang sebagai perkara yang buruk. Padahal, sebagai seorang muslim kriteria baik atau tidak baik mesti dikembalikan pada pandangan Islam. Segala sesuatu yang diperintahkan Islam merupakan perkara yang baik, sedangkan segala sesuatu yang dilarang Islam merupakan perkara yang tidak baik. Karena muhasabah lilhukkam merupakan perintah Islam, maka muhasabah lilhukkam itu merupakan perkara yang baik. Saat Islam memerintahkan manusia untuk melakukan muhasabah lilhukkam, namun manusia tidak mau melakukannya maka manusia ini juga dikatakan sombong, karena sudah menolak perintah Allah ﷻ.
Begitu juga dengan perintah Allah ﷻ kepada umat Islam untuk memiliki satu pemimpin di dunia ini dengan sistem pemerintahan Khilafah Islamiyyah, namun umat Islam saat ini masih saja ada yang menolak sistem khilafah islamiyyah ala minhajin nubuwwah. Mereka malah sibuk memperjuangkan sistem demokrasi yang berasal dari kafir barat. Sebuah sistem yang menjauhkan aturan agama dari aturan bernegara, padahal Islam sudah membimbing manusia agar memakai aturan Islam dalam mengurus negara. Banyak dalih yang mereka kemukakan, diantaranya menganggap bahwa sistem khilafah islamiyyah itu sudah tidak relevan lagi.
Pertanyaannya, hal apa yang membuat manusia menolak muhasabah lilhukkam? Asyik dengan aktivitas riba, dan sibuk mengatur negara dengan sistem demokrasi? Tentu alasan yang tepat adalah karena kesombongan manusia. Mereka memandang bahwa pendapatnya lebih baik dari aturan Allah ﷻ.
Pertanyaan berikutnya, apa balasan bagi orang-orang yang sombong? Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang balasan bagi orang yang sombong. Balasan itu bisa disimpulkan adalah Allah ﷻ akan menurunkan azab-Nya pada orang-orang yang sombong di dunia atau pun di akhirat. Hanya saja pada umat-umat sebelum masa Nabi Muhammad ﷺ azab yang mereka terima di dunia ini merupakan azab yang menghabiskan suatu kaum, sedangkan pada umat Nabi Muhammad ﷺ, atau pada umat akhir zaman, azab yang mereka terima di dunia ini tidak sampai menghabiskan suatu kaum. Sedangkan balasan di akhirat bagi orang-orang yang sombong ini adalah siksa neraka yang pedih.
Akhirul kalam, cukuplah ayat berikut sebagai peringatan kepada kita, khususnya umat Islam untuk tidak berlaku sombong. Peringatan kepada umat manusia agar bersegera taat pada aturan Allah ﷻ dalam seluruh aspek kehidupan.
فَأَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوا مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ (15) فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي أَيَّامٍ نَحِسَاتٍ لِنُذِيقَهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَخْزَى وَهُمْ لَا يُنْصَرُونَ (16) وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (17)
Adapun kaum 'Ad, maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata, "Siapakah yang lebih besar kekuatannya daripada kami?” Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah Yang Menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami. Maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Dan sesungguhnya siksaan akhirat lebih menghinakan, sedangkan mereka tidak diberi pertolongan. Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. (TQS Fushshilat 15-17)
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”