Oleh: Lia Herasusanti
Dakwah bergerak terus. Kalau dulu orang masih menganggap perbedaan pendapat sesuatu yang tabu, saat ini sedikit demi sedikit masyarakat paham, bahwa dalam Islam, perbedaan pendapat adalah sesuatu yang diperbolehkan, untuk hal yang dzanni, selama berpegang pada dalil syara'.
Seperti tentang perbedaan penetapan rukyat. Masyarakat jadi tahu adanya rukyat global dan rukyat lokal. Ini memang sesuatu yang memungkinkan perbedaan penentuan awal bulan.
Namun yang belum dipahami, bahwa perbedaan seperti itu, bisa dipakai dalil untuk Idul Fitri, tapi tak berlaku untuk Idul Adha. Hal ini karena adanya dalil yang mengkhususkan untuk Idul Adha, yaitu:
Hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: 'Sesungguhnya Amir (Wali) Makkah pernah berkhutbah dan berkata' :
“Rasulullah ﷺ mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud [hadits no 2338] dan Ad-Daruquthni [Juz II/167]. Imam Ad-Daruquthni berkata,’Ini isnadnya bersambung [muttashil] dan shahih.’ Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 841, hadits no 1629)
Adanya hadits ini memperjelas bahwa, khusus Idul Adha, penetapan rukyat diserahkan pada ahlul Mekah. Sehingga seharusnya tak ada perbedaan waktu puasa Arafah dan Idul Adha di seluruh dunia.
Tapi saat ini, rupanya hal itu belum dapat terlaksana. Selain karena informasi hadits di atas belum tersebar, juga masih terbagi-baginya kaum muslimin dalam batas-batas imajiner.
Karenanya, dakwah masih harus terus digencarkan. Semoga tahun depan, akan ada satu pemimpin kaum muslimin, pemimpin yang taat pada Allah ﷻ dan Rasul-Nya, yang memberikan instruksi untuk mengikuti ru'yat ahlul Mekkah, dan kita bisa melakukan puasa wukuf dan Idul Adha secara serempak. Aamiin.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”