Oleh: Lilik Yani
"Han, apa yang kamu lakukan jika pimpinan kantormu menyuruhmu mengenakan kerudungnya model gaul. Dengan dimasukkan dalam baju agar tampak rapi dan seragam seperti teman lainnya?" tanya Nurul.
"Wah, jelas kutolak dong! Bukankah mengenakan kerudung itu harus menutup dada? Agar tak memancing pandangan lelaki jahil terhadap wanita?" jawab Nurul balik bertanya.
"Ehm, bagus itu. Lebih rapi jika model kerudungnya seragam. Lebih aman tidak diterpa angin, tidak menyibak kemana-mana," sergah Berna yang duduk tak jauh dari Nurul dan Hana.
Ingat dialog saat pertemuan tempo hari di acara kampus. Nurul berfikir itulah bedanya cara bersikap antara yang tahu ilmu dan dalilnya dengan yang mengikuti perasaan dan hawa nafsu.
Muslim itu Harus Punya Sikap bukan Ikut-Ikutan
Kita dihadapkan sebuah konflik atau masalah, muslim tidak boleh netral atau ikut-ikutan. Sikap netral dalam konflik sama saja dengan memosisikan kebenaran dan kesalahan setara.
Padahal Nabi Muhammad ﷺ tugasnya menyampaikan Al Quran sebagai furqan untuk memisahkan antara yang hak dan yang bathil. Maka dari itu, Nabi pasti mengambil sikap bila melihat konflik. Tidak pernah netral.
Namun kebanyakan orang lebih memilih netral tak memihak salah satu. Sikap netral adakalanya justru ditunjukkan dengan sikap bangga. "Saya berhubungan baik dengan kedua pihak yang berkonflik. Tidak enak memihak salah satu pihak, pasti akan membuat hubungan dengan pihak lain memburuk." Rasionalisasi alasan yang bisa jadi terasa logis.
Semakin terasa logis lagi saat alasan itu diperkuat lagi, "Masing-masing pihak punya alasan sendiri-sendiri yang harus dihormati. Saya kesulitan mendapatkan bukti untuk menyalahkan salah satunya. Maka bersikap netral adalah pilihan terbaik."
Berpijak pada realita tersebut, menjadi penting untuk mencoba memahami firman Allah ﷺ dalam surat Al-Anfal ayat 29,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّكُمْ فُرْقَانًا وَّيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan bathil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar."
Muhammad bin Ishaq bin Yasar atau Ibnu Ishaq, salah seorang tabi'in (generasi sesudah sahabat Nabi Muhammad ﷺ), sebagaimana dikutip dalam Tafsir Ibnu Katsir, mengatakan bahwa makna furqan pada ayat tersebut ialah pemisah antara perkara yang hak dan yang bathil. Pengertian ini oleh Ibnu Katsir dianggap paling mendekati.
Karena orang yang bertakwa kepada Allah ﷻ dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, berarti dia mendapat taufik untuk mengetahui perbedaan antara perkara yang hak dan yang bathil.
Maka yang demikian itu merupakan penyebab datangnya pertolongan Allah ﷻ yang berupa jalan keselamatan dan jalan keluar dari semua urusan dunia, kebahagiaan di hari kiamat, penghapus segala dosa, serta menjadi penyebab beroleh pahala Allah ﷻ yang berlimpah.
Karena mendapatkan furqan, maka seorang yang bertakwa, tidak akan mengalami kebingungan saat menghadapi situasi konflik. Ia bisa membedakan pihak yang benar dan yang salah dari mereka yang terlibat konflik.
Sehingga dengan demikian juga bisa segera memutuskan keberpihakannya. Di situlah kemampuan orang bertakwa teruji, bisa segera mengambil sikap terhadap konflik di lingkungan sekitarnya.
Jika orang yang bertakwa memiliki kewenangan, maka dengan cepat pula akan bisa menyelesaikan konflik yang terjadi. Sebaliknya bila terjadi konflik yang berlarut-larut di suatu tempat menunjukkan pihak yang memiliki kewenangan di situ, belum mencapai derajat takwa.
Secara pribadi, berhadapan dengan situasi konflik bisa menjadi sarana introspeksi. Bila tak mampu untuk segera menyikapi, berarti belum mendapatkan furqan, belum berhasil mencapai derajat takwa.
Masih harus meningkatkan komitmennya untuk menjalankan perintah Allah ﷻ dan menjauhi larangan-Nya. Sudah sepatutnya merasa prihatin, bukan malah merasa bangga, terjadi konflik di lingkungannya tanpa bisa cepat memutuskan keberpihakannya.
Jika bisa segera menyikapi, bukan karena faktor suka atau tidak suka, melainkan setelah mendengarkan penjelasan atas sikap kedua belah pihak, mengindikasikan sudah mendapatkan furqan.
Mungkin tidak mudah untuk memilih punya sikap tegas, karena harus menekan perasaan tak enak, sungkan, tapi sebagai muslim kita dituntut untuk menentukan sikap yang jelas.
Muslim harus punya bekal untuk bisa bersikap terbaik. Itulah pentingnya belajar dan terus menggali ilmu dan tsaqafah Islam yang tak pernah habis dipelajari.
Jika Bertaqwa, Allah ﷻ akan berikan pembeda sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Al-Anfal Ayat 29:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجۡعَلْ لَّـكُمۡ فُرۡقَانًا وَّيُكَفِّرۡ عَنۡكُمۡ سَيِّاٰتِكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَـكُمۡؕ وَ اللّٰهُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِيۡمِ
Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar.
Dalam menghadapi ujian hidup, apalagi menyangkut anak dan harta, manusia seringkali bingung dan sulit menentukan sikap. Maka melalui ayat ini Allah ﷻ menjelaskan cara untuk menyingkirkan kebingungan itu.
Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah ﷻ, patuh pada perintah Allah ﷻ dalam kesendirian atau di tengah keramaian, niscaya Dia akan memberikan karunia berupa furqan, yakni kemampuan membedakan antara yang hak dan batil kepadamu, dan menghapus segala kesalahanmu dengan menutupinya di dunia dan akhirat serta tidak menuntut pertanggungjawabanmu, dan mengampuni dosadosa-mu. Allah ﷻ memiliki karunia yang besar.
Allah ﷻ menyeru orang-orang yang beriman bahwa apabila mereka bertakwa kepada Allah ﷻ yaitu memelihara diri mereka dengan melaksanakan apa yang mereka tetapkan berdasar hukum-hukum Allah ﷻ serta menjauhi segala macam larangan-Nya seperti tidak mau berkhianat, lebih mengutamakan hukum-hukum-Nya, Allah ﷻ akan memberikan kepada mereka petunjuk yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang batil, dan petunjuk itu merupakan penolong bagi mereka dikala kesusahan, dan sebagai pelita dikala kegelapan.
Allah ﷻ berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَاٰمِنُوْا بِرَسُوْلِهٖ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَّحْمَتِهٖ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ نُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهٖ وَيَغْفِرْ لَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌۙ
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al Hadiid: 28)
Allah ﷻ menjanjikan kepada mereka itu akan menghapus segala kesalahan mereka dan mengampuni dosa-dosa mereka lantaran mereka itu bertakwa, dan diberi pula furqan, sehingga mereka dapat mengetahui mana perbuatan yang harus dijauhi, karena dilarang Allah ﷻ, serta dapat pula memelihara dirinya dari hal-hal yang membawa kepada kerusakan. Orang-orang yang mendapat pengampunan Allah ﷻ berarti ia hidup bahagia. Hal yang demikian ini dapat mereka capai karena karunia Allah ﷻ semata.
Allah ﷻ menegaskan bahwa Allah ﷻ mempunyai karunia yang besar karena Dialah yang dapat memberikan keutamaan kepada makhluk-Nya, baik keutamaan kepada hamba-Nya di dunia ataupun maghfirah dan surga-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya yang dikasihi di akhirat.
Nurul teringat materi kajian di atas, ia mencoba merenungi kalimat demi kalimat yang disampikan Ustaz Rahmad. Betul sekali memang, menjadi muslim harus punya sikap yang tegas dan benar.
Landasan dalil syari harus dikuasai. Kalaupun belum hafal ayat lengkapnya tapi pernah mendengar hingga mudah melacak tempatnya. Kemudian dipahami dan diyakini hingga semakin memantapkan keimanan.
Nurul akan mengirimkan materi kajian yang indah ini kepada dua sahabatnya. Buat Hana agar semakin mantap keyakinannya, sementara buat Berna agar mendapat pencerahan hatinya.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”