Oleh: Lilik Yani
Dunia hanya sementara. Bagi musafir, seolah hanya 'mampir ngombe saja' lalu melanjutkan perjalanan yang sangat jauh. Jika satu hari akherat sama dengan seribu tahun di dunia. Bayangkan berapa umur dunia? Bagaimana dibanding usia kita? Sekejap! Akankah kita sombong tinggal di dunia yang hanya sekejap mata?
Sungguh diri ini kadang terkagum-kagum dengan dunia. Begitu terpesona sampai lupa daratan. Dunia pun dikejar-kejar tanpa pernah merasa puas. Sifat qona’ah, merasa cukup dengan setiap nikmat rizki pun jarang dimiliki. Demikianlah watak manusia. Inilah yang terjadi pada banyak orang, termasuk pula pada diri kami.
Dalam kesempatan kali ini, ada ayat yang patut jadi renungan. Semoga bisa menyejukkan hati. Hati yang terkagum-kagum pada dunia, semoga bisa tersadarkan diri.
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadid: 20) (20/6/20)
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
وَاِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَاَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّوْنَ ...
“... Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj: 47).
Berdasarkan ayat di atas, bahwa satu hari di akhirat = 1000 tahun di dunia, sekarang mari kita hitung. 1000 tahun dunia = 1 hari akhirat, 1000 tahun dunia = 24 jam akhirat, 1 tahun dunia = 24/1000 = 0,024 jam akhirat.
Jadi bila umur manusia rata-rata 63 tahun, maka menurut waktu akhirat adalah 63×0,024 = 1,5 jam akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita umur di dunia ini rata-rata hanya 1,5 jam waktu akhirat. Sungguh waktu yang sangat singkat dan harus di pergunakan dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan cinta dan sayang Allah.
Berapa Lamakah Kita Hidup di Dunia?
تَعْرُجُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ اِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهٗ خَمْسِيْنَ اَلْفَ سَنَةٍۚ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Rabb dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun.” (QS. Al-Ma’arij: 4)
Sahabat, berapa lamakah hidup kita di dunia ini? Jika kita menganggap hidup kita adalah sekian puluh tahun, maka kita perlu berpikir ulang.
Sesungguhnya kita tinggal di dunia ini hanya sesaat saja, yakni dalam hitungan menit dan detik saja, dan hal ini baru kita sadari setelah berada di padang Mahsyar kelak.
Lihatlah firman Allah di dalam Qur’an surat Al Mukminun saat menanyakan berapa lama kita hidup di dunia.
قٰلَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِى الْاَرْضِ عَدَدَ سِنِيْنَ
112. Dia (Allah) berfirman, “Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?”
قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَسْـَٔلِ الْعَاۤدِّيْنَ
113. Mereka menjawab, “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung.”
قٰلَ اِنْ لَّبِثْتُمْ اِلَّا قَلِيْلًا لَّوْ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
114. Dia (Allah) berfirman, “Kamu tinggal (di bumi) hanya sebentar saja, jika kamu benar-benar mengetahui.”
Sahabat, pantas saja dunia ini tak layak disandingkan dengan akhirat, karena kita hanya numpang lewat di dunia, sekadar menjawab satu atau dua soal ujian saja, lalu pergi dan menyaksikan bagaimana hasil ujian kita.
Hidup di dunia ini sungguh singkat, hanya sesaat saja di waktu pagi, siang, atau sore hari, akan tetapi waktu yang singkat ini sekaligus sangat menentukan tempat tinggal kita di akhirat kelak:
كَاَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوْٓا اِلَّا عَشِيَّةً اَوْ ضُحٰىهَا
“Pada waktu mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An Nazi’at: 46)
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَاَنْ لَّمْ يَلْبَثُوْٓا اِلَّا سَاعَةً مِّنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُوْنَ بَيْنَهُمْۗ قَدْ خَسِرَ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِلِقَاۤءِ اللّٰهِ وَمَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ
“Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.” (QS. Yunus: 45)
Sahabat, setelah mengetahui hidup yang begitu singkat. Kita tentu memerlukan panduan apa yang perlu dilakukan dalam waktu yang sebentar ini, agar tidak terlena dengan kehidupan dunia yang hanya tempat singgah saja. Inilah beberapa hal yang perlu diterapkan:
- Menyadari kehidupan dunia hanyalah setetes air, kehidupan akhirat adalah seluas samudera.
- Jika kita menganggap dunia ini adalah segalanya, jelas saja kita enggan menabung untuk akhirat kelak. Kita akan menghabiskan waktu untuk hal-hal bersifat duniawi yang tak membawa maslahat bagi kehidupan akhirat. Kita akan habiskan harta hanya untuk kenikmatan nafsu dan syahwat belaka.
- Akan tetapi jika sudah sadar betul bahwa hidup di dunia ini amat singkat, maka akan memotivasi kita untuk mengumpulkan amal shaleh sebagai bekal akhirat.
“Tidaklah dunia bila dibandingkan dengan akhirat kecuali hanya semisal salah seorang dari kalian memasukkan sebuah jarinya ke dalam lautan. Maka hendaklah ia melihat apa yang dibawa oleh jari tersebut ketika diangkat? (itulah perumpamaan dunia, sedangkan lautan yang tertinggal adalah kehidupan akhirat)” (HR Muslim)
- Memperhitungkan amalan apa saja yang telah diperbuat.
- Jangan terpesona dengan hal-hal fisik yang telah kita lakukan, misalnya shalat, puasa, zakat, sedekah, karena sesungguhnya yang lebih diperhitungkan oleh Allah adalah apa-apa yang ada di dalam hati kita: kesabaran, kesyukuran, keikhlasan, rendah hati.
Hampir-hampir tidak bermanfaat amal ibadah yang kita perbuat jika hati kita memandang tinggi amalan tersebut yang menyebabkan kita ujub dan mendapat kebencian Allah.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. al-Hasyr : 18)
- Mengutamakan amalan-amalan utama yang bisa meringankan kehidupan setelah kematian
Ada amalan yang pahala kebaikannya hanya mengalir saat kita melakukannya, dan otomatis terhenti saat kita telah meninggal dunia. Namun ada pula amalan yang pahala kebaikannya bisa terus mengalir sekalipun kita telah wafat.
Sebaiknya amalan seperti inilah yang kita utamakan pengerjaannya, mengingat betapa singkatnya hidup, kita memiliki waktu terbatas maka perlu melakukan amalan yang tak terbatas waktu.
Apa saja amalan yang akan terus mengalir kebaikannya tanpa terbatas oleh kematian? Mari kita simak kembali hadits Rasulullah ﷺ:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Oleh sebab itu 3 amal yang perlu kita upayakan dengan lebih fokus adalah:
- Berwakaf (sedekah jariyah),
- Menyebarkan ilmu yang dimiliki,
- Mendidik anak shaleh.
Jika memiliki uang berlebih, tanyakan pada diri sudahkah menyisihkan untuk berwakaf?
Jika memiliki waktu berlebih, tanyakan diri apakah telah menyebar ilmu bermanfaat untuk orang lain?
Jika memiliki keluarga, tanyakan diri apakah sudah mendidik anak dengan akhlak baik dan amal shaleh? Atau hanya sebatas memenuhi kebutuhan fisik anak saja?
Sahabat, hidup ini singkat, sudahkah kita menyadarinya? Jika sudah, apakah kita telah cukup mempersiapkan bekal untuk kehidupan selanjutnya? Yakni dengan melakukan amal ibadah dan amal shaleh?
Jangan sampai kita salah strategi dalam mengisi hidup yang singkat ini, hanya untuk memuaskan nafsu mata, perut, syahwat, dengan rumah mewah, kendaraan bagus, pakaian dan sepatu branded, dan segala hal lain yang takkan kita bawa ke akhirat. Na’udzubillah min dzalik.
Dunia Hanya Sekejap, Sore atau Pagi Hari sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nazi'at Ayat 46:
كَاَنَّهُمۡ يَوۡمَ يَرَوۡنَهَا لَمۡ يَلۡبَثُوۡۤا اِلَّا عَشِيَّةً اَوۡ ضُحٰٮهَا
Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu (karena suasananya hebat), mereka merasa seakan-akan hanya (sebentar saja) tinggal (di dunia) pada waktu sore atau pagi hari.
Hari kiamat itu penuh dengan huru-hara yang membuat manusia sangat tercengang. Pada hari ketika mereka melihat hari Kiamat itu, mereka merasa seakan-akan hanya sebentar saja tinggal di dunia, hidup di dunia seakan hanya pada waktu sore atau pagi hari.
Pada hari menyaksikan hari kebangkitan dan merasakan huru-haranya, mereka merasa seolah-olah tinggal di dunia hanya sementara saja, seperti sepenggal pagi atau sepenggal sore pada masa-masa yang lalu itu.
Kehidupan manusia di dunia ini memang hanya sebentar saja, sebagaimana firman Allah ﷻ:
...كَاَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوْعَدُوْنَۙ لَمْ يَلْبَثُوْٓا اِلَّا سَاعَةً مِّنْ نَّهَارٍ ...
“... Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah mereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari...” (QS. al-Ahqaf: 35)
Kondisi saat ini yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler, menuntut orang agar semua yang dikerjakan berbuah keuntungan materi. Akan menjadi sebuah kerugian besar jika mereka tahu bahwa dunia itu hanya sebentar. Sementara fokus yang dilakukan hanya untuk kesenangan sementara. Lantas bekal apa untuk kehidupan sesungguhnya?
Pentingnya pemimpin peduli umat, yang berorientasi akherat, menerapkan aturan Islam dalam setiap aktivitas kehidupan. Demi keselamatan dunia akherat.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”