Sungguh beruntung kaum Muslim. Banyak keberkahan pada setiap waktu yang datang kepada kita. Seperti saat ini. Pada bulan Rajab banyak kebaikan yang Allah ﷻ limpahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mengerjakan amal shalih. Ini karena Rajab adalah salah satu bulan yang Allah ﷻ muliakan.
Kebaikan tersebut tentu harus diupayakan. Ia tidak datang begitu saja. Semua bergantung pada kuat-lemahnya keimanan dan amalan yang kita curahkan.
Bulan Mulia dan Bulan Haram
Para ulama menjelaskan bahwa Rajab adalah salah satu dari empat bulan haram yang Allah ﷻ muliakan. Ini berdasarkan firman-Nya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Sungguh bilangan bulan menurut Allah ada dua belas bulan, dalam catatan Allah, saat Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya terdapat empat bulan haram [suci]. Itulah agama yang lurus. Karena itu janganlah kalian menzalimi diri kalian sendiri pada bulan-bulan itu (TQS at-Taubah [9]: 36).
Rincian bulan haram itu disebutkan oleh Rasulullah ﷺ:
إنَّ الزَّماَنَ قَدْ اِسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اِثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُوْ الْقَعْدَةِ، وَذُوْ الْحِجَّةِ، وَالْمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ شَهْرُ مُضَرَّ الَّذِيْ بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Sungguh waktu itu telah diputar sebagaimana keadaannya saat Allah ﷻ menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Lalu Rajab bulan Mudharr yang terdapat di antara Jumada dan Sya’ban (HR Muslim).
Kemuliaan bulan Rajab banyak diterangkan oleh para ulama. Ibnu Faris menjelaskan: Secara bahasa rajaba berarti mengagungkan, menakutkan, menghormati. Rajaba juga bermakna mengokohkan atau menguatkan sesuatu dengan sesuatu yang lain (Ibnu Faris, Mu’jam Maqaayis al-Lughah, hlm. 445).
Kemuliaan dan keistimewaan Bulan Rajab di antaranya terdapat dalam hadis mursal yang diriwayatkan Imam asy-Syaukani dari Imam Hasan al-Bashri. Disebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ menyebut Rajab sebagai bulan milik Allah (syahrulLâh) yang menandakan kemuliaan dan keutamaannya. Beliau bersabda:
رَجَبُ شَهْرُ اللهِ، وَ شَعْبَانُ شَهْرِيْ، وَ رَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ
Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku (Asy-Syaukani, Nayl al-Awthâr, 4/293, Maktabah Syamilah).
Adapun tentang sebutan bulan haram banyak penjelasannya. Di antaranya, menurut Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahulLâh, “Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut terdapat larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Pada saat itu pun sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat: Ibnu al-Jauzi, Zâd al-Masîr, Tafsir QS at-Taubah ayat 36).
Amalan yang Dianjurkan
Ada dua hal penting untuk dikerjakan oleh setiap Muslim, khususnya pada Bulan Rajab ini. Pertama: Setiap hamba yang beriman dan merindukan ridha Allah selayaknya bersegera memperbanyak amal shalih baik yang wajib maupun yang sunnah, tanpa menunda-nunda lagi. Allah ﷻ berfirman:
وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
Bersegeralah kalian meraih ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi kaum yang bertakwa (TQS Ali Imran [3]: 133).
Amal shalih tentu mempunyai kriteria khusus. Tidak setiap amal yang dipandang baik dikatakan sebagai amal shalih. Suatu perbuatan dikatakan amal shalih jika sesuai dengan perintah dan larangan Allah ﷻ atau mengikuti syariah-Nya. Keliru jika seorang Muslim menyangka amal shalih sekadar amal kebaikan menurut pandangan dirinya, atau menurut opini umum, atau menurut hukum buatan manusia yang berlaku. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Siapa saja yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada dalam agama kami, maka ia tertolak (HR Muslim).
Contohnya: Seorang Muslim menyangka telah berbuat baik kepada keluarganya karena telah menafkahi mereka. Padahal ia menafkahi mereka dari jalan usaha yang haram seperti muamalah ribawi, menerima suap, korupsi, dsb. Contoh lain: Seorang penguasa merasa telah mengambil keputusan yang baik dengan menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam kepada korporasi. Padahal sebenarnya sumber daya alam itu adalah milik umat yang harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan mereka. Contoh lainnya lagi: Seorang Muslim menyangka telah menyelamatkan masyarakat dari bahaya kelompok Islam tertentu yang dituding “radikal” hanya karena mereka tengah memperjuangkan tegaknya syariah Islam. Padahal menegakkan syariah Islam adalah kewajiban setiap Muslim. Mengabaikan syariah Islam, apalagi menghalang-halangi penegakannya, adalah tindak mungkar.
Inilah orang-orang yang menyangka telah beramal baik, padahal sesungguhnya mereka merugi. Allah ﷻ berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Katakanlah, “Maukah kalian aku beri tahu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Mereka adalah orang-orang yang sia-sia perbuatannya di dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.” (TQS al-Kahfi [18]: 103-104).
Di antara amal shalih yang besar keutamaannya adalah menjadi pemimpin yang adil. Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang menerapkan syariah Islam secara kâffah dan hidup dalam naungan hukum-hukum Allah ﷻ. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
يَوْمٌ مِنْ إِمَامٍ عَادِلٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً، وَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ بِحَقِّهِ أَزْكَى مِنْ مَطَرِ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا
Sehari bersama seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun. Satu hukum yang ditegakkan dengan haq di bumi lebih suci daripada hujan 40 hari (HR ath-Thabarani).
Kedua: Seorang hamba yang takut dengan dosa dan siksa Allah ﷻ seharusnya bersegera meninggalkan berbagai kezaliman. Ini karena pada bulan Rajab balasan atas perbuatan zalim juga dilipatgandakan. Imam Qatadah rahimahulLâh dalam tafsirnya menjelaskan, “Karena kezaliman yang dilakukan pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya daripada kezaliman yang dilakukan pada bulan-bulan selainnya...”
Al-Jurjani menjelaskan zalim adalah “melewati koridor kebenaran hingga masuk pada kebatilan dan itu adalah maksiat”. (Az-Zurjani, At-Ta’rifât, hlm. 186, dinukil dari Mawsû’ah Akhlâq Durar as-Saniyyah).
Karena itu pada bulan Rajab ini kaum Muslim harus lebih bersemangat untuk meninggalkan kezaliman dan kemaksiatan. Di antara sifat zalim yang harus segara dihilangkan adalah menolak penerapan hukum-hukum Allah. Allah ﷻ berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Siapa saja yang tidak memutuskan hukum berdasarkan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah kaum yang zalim (TQS al-Ma’idah [5]: 45).
Amal Utama
Kita bergembira menyaksikan kaum Muslim pada setiap bulan Rajab berlomba-lomba mengerjakan berbagai amal kebaikan. Hanya saja, banyak amal kebaikan itu baru berupa amal-amal pribadi, belum berupa amal yang berdampak pada kepentingan umat.
Pada hari ini kita menyaksikan saudara-saudara seiman di berbagai belahan dunia mengalami ketertindasan oleh kaum kuffâr maupun oleh penguasa mereka sendiri.
Umat Muslim di Gaza masih terancam oleh tindakan keji genosida zionis Yahudi. Setiap hari 160 anak Gaza tewas di tangan militer zionis. Setiap hari pula 10 anak Gaza menjadi cacat akibat serangan brutal Yahudi. Warga Gaza juga sudah berminggu-minggu hidup tanpa listrik, kekurangan air dan makanan. Hari ini 800 ribu penduduk Gaza terancam mati akibat kelaparan dan kekurangan air.
Nasib Muslim Rohingya tak kalah memilukan. Mereka pun terancam aksi genosida penguasa Myanmar dan kelompok Budha radikal. Warga Arkhan terusir dari negeri mereka sendiri dan terlunta-lunta. Bahkan belakangan di tanah air muncul kelompok yang menyerukan penolakan terhadap pengungsi Rohingya dengan berbagai alasan.
Sementara itu, para penguasa Muslim terus-terusan bermain retorika tanpa tindakan nyata. Mereka tidak pernah mengirimkan bantuan yang benar-benar dibutuhkan warga Gaza maupun Myanmar. Bahkan sebagian dari para penguasa itu terang-terangan bersekongkol dengan zionis Yahudi, pemerintah Myanmar, juga negara-negara imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris, dsb.
Nasib yang tak kalah memilukan juga dialami oleh kaum Muslim Uyghur di Cina, di India, atau di Suriah. Mereka teraniaya oleh para penguasa di negeri mereka tinggal.
Karena itu umat membutuhkan amal besar dan nyata untuk menolak berbagai kezaliman ini. Kezaliman ini tidak bisa hilang kecuali dengan adanya pemimpin yang tampil sebagai junnah (perisai) bagi umat. Itulah Khalifah yang akan menerapkan syariah Islam. Khalifah pula yang akan memberikan pembelaan terhadap kaum Muslim yang tertindas, sekaligus memberikan bantuan dan mengirimkan pasukan yang akan membebaskan negeri-negeri Muslim dari berbagai kezaliman.
Hikmah:
Allah ﷻ berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا
Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad ﷺ) hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati atas putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima keputusan tersebut dengan sepenuh hati. (TQS an-Nisa’ [4]: 65).
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
Kaffah Edisi 328