Type Here to Get Search Results !

TINGGALKAN DEMOKRASI DAN PRAGMATISME, KEMBALI PADA SYARIAH ISLAM!


Dalam pekan-pekan terakhir ini, khususnya menjelang Pilkada, juga menjelang berakhirnya kekuasaan Presiden Jokowi, panggung politik di Tanah Air makin gonjang-ganjing. Ada yang bernafsu untuk mempertahankan politik dinasti dengan segala cara, termasuk dengan merekayasa berbagai peraturan. Ada yang terus ingin menjegal pihak yang dianggap lawan. Ada yang begitu mudahnya berubah sikap politiknya. Ada yang berpindah-pindah koalisi. Mereka tak peduli lagi dengan idealisme, apalagi ideologi. Bahkan mereka tak peduli lagi halal-haram. Semua itu semata-mata demi meraih atau mempertahankan kekuasaan.

Intinya, banyak pihak baik rezim yang berkuasa, parpol, para anggota DPR dan semua aktor politik lokal maupun nasional makin ke sini makin bersikap pragmatis. Bahkan pragmatisme yang mereka pertontonkan makin parah. Masing-masing hanya mementingkan diri sendiri dan kelompok (partai)-nya. Tak peduli lagi terhadap kepentingan rakyat. Padahal mereka semua dipilih oleh rakyat. Yang penting mereka bisa meraih kepentingan mereka. Tak peduli bagaimana caranya.


Pragmatisme dan Demokrasi


Pragmatisme dapat diartikan sebagai upaya meraih kepentingan tertentu dengan cara-cara yang paling efektif dan paling praktis daripada berpegang pada prinsip/idealisme atau ideologi tertentu. Dengan demikian asas atau dasar dari pragmatisme adalah aspek kemanfaatan (kemaslahatan) semata. Tak peduli apakah kemanfaatan yang dimaksud sesuai dengan prinsip/idealisme atau ideologi yang dianut ataukah tidak; juga apakah kemanfaatan itu sesuai dengan ketentuan syariah Islam ataukah tidak.

Dalam konteks demokrasi, pragmatisme sangatlah menonjol. Penguasa, pejabat, wakil rakyat maupun parpol kerap menunjukkan sikap pragmatis. Dalam arti, mereka bertindak secara politik semata-mata demi meraih kepentingan tertentu. Celakanya, kepentingan yang dimaksud bukanlah kepentingan rakyat, tetapi lebih merupakan kepentingan pribadi, kelompok/partai, oligarki, bahkan pihak asing. Padahal di antara mereka, seperti presiden dan kepala daerah, juga para anggota DPR/DPRD, bahkan dipilih langsung oleh rakyat.

Dengan demikian secara keseluruhan pragmatisme memiliki hubungan yang sangat erat dengan demokrasi. Demokrasi hari ini makin tidak berpihak kepada rakyat. Buktinya, banyak UU, peraturan serta kebijakan penguasa dan wakil rakyat justru merugikan rakyat. Yang diuntungkan malah oligarki yang berkongsi dengan penguasa dan para wakil rakyat, termasuk partai politik. Contohnya adalah lahirnya UU Migas, UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN, dll. Demikian pula UU Pemilu/Pilkada yang didesain untuk melahirkan para pemimpin dan wakil rakyat yang pro pengusaha ketimbang pro rakyat.


Standar Politik Itu Halal-Haram


Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani:

السِّيَاسَةُ هِيَ رِعَايَةُ شُؤُوْنِ اْلأُمَّةِ دَاخِلِيّاً وَخَارِجِيّاً بِأَحْكَامِ اْلإِسْلاَمِ
Politik adalah pemeliharaan urusan umat (rakyat), baik di dalam maupun di luar negeri, berdasarkan ketentuan syariah Islam.

Dengan demikian politik dalam Islam adalah aktivitas mengurus dan mengelola urusan masyarakat sesuai dengan ketentuan syariah Islam. Ini mencakup bagaimana Negara Islam (Khilafah) memimpin, mengatur dan melindungi umat dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam negeri (seperti hukum, ekonomi, pendidikan) maupun luar negeri (hubungan diplomatik, jihad, dll). Dengan kata lain, politik Islam bukan sekadar permainan kekuasaan, tetapi tanggung jawab syar'i untuk menerapkan dan menegakkan hukum-hukum Allah dalam mengatur kehidupan umat.

Karena itu politik dalam Islam sesungguhnya terikat dengan halal dan haram. Dalam arti, standarnya adalah hukum-hukum Islam, bukan kemanfaatan (kemaslahatan). Sebabnya, sesuatu yang dipandang manfaat (maslahat) oleh manusia belum tentu sesuai dengan ketentuan syariah. Apalagi kemanfaatan (kemaslahatan) dalam pandangan manusia acapkali hanya didasarkan pada pertimbangan akal bahkan hawa nafsu semata. Sebaliknya, semua perkara yang sesuai dengan ketentuan syariah pasti mewujudkan kemanfaatan (kemaslahatan).

Memang betul di kalangan para ulama fiqih populer kaidah “Al-Mashâlih al-Mursalah”. Intinya, menurut kaidah ini, ada ragam kemanfaatan (kemaslahatan) yang tidak dinyatakan secara eksplisit oleh nas-nas syariah, tetapi bisa dijadikan pertimbangan dalam melakukan amal.

Namun demikian, kaidah “Al-Mashâlih al-Mursalah” ini banyak dikritik oleh sebagian ulama fiqih. Di antaranya karena kaidah ini sering justru menjauhkan umat dari nas-nas al-Quran dan as-Sunnah (Lihat: An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyah, 1/443-459). Bahkan kaidah ini, khususnya pada saat ini, sering dieksploitasi demi kepentingan tertentu yang bertentangan dengan ketentuan syariah.

Dengan alasan kemanfaatan (kemaslahatan), misalnya, muncul fatwa tentang kebolehan memilih pemimpin kafir atau fasik; kebolehan wanita menjadi penguasa; kebolehan berkoalisi dengan partai-partai sekuler; tertolaknya Khilafah; dll. Padahal semua itu bertentangan dengan ketentuan syariah tentang keharaman memilih pemimpin kafir/fasik dan penguasa wanita; kewajiban menegakkan Khilafah; dll.


Wajib Terikat dengan Syariah


Kaum Muslim pada dasarnya wajib untuk selalu terikat dengan al-Quran dan as-Sunnah dalam semua aspek kehidupan mereka. Termasuk dalam berpolitik. Banyak ayat al-Quran yang memerintahkan umat Islam untuk selalu terikat dengan syariah Islam. Allah ﷻ, misalnya, berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Ayat ini mengajarkan kepada umat Islam untuk menjalankan Islam secara menyeluruh/mencakup semua aspek kehidupan, dan tidak memisahkan sebagiannya, misalnya politik, dari syariah.

Allah ﷻ juga berfirman:

فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
Hendaklah kamu (Muhammad ﷺ) memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka untuk meninggalkan kebenaran yang telah datang kepada dirimu (TQS al-Maidah [5]: 48)

Ayat ini memerintahkan agar umat Islam menjadikan wahyu Allah ﷻ sebagai pedoman dalam memutuskan segala urusan dan tidak mengikuti hawa nafsu atau keinginan pribadi.

Selain itu, dalam sejumlah hadisnya, Baginda Nabi Muhammad ﷺ, juga memerintahkan umat Islam untuk selalu terikat dengan syariah Islam. Beliau, antara lain, bersabda:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Berpegang teguhlah kalian pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing. Gigitlah Sunnah itu dengan gigi geraham kalian (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Aku telah mewariskan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada keduanya, yakni: Kitab Allah (al-Quran) dan Sunnah Nabi-Nya (HR Malik dan al-Hakim).

Selain itu, Ijmak Sahabat juga telah menunjukkan pentingnya ketaatan umat Islam pada syariah Islam. Salah satu bentuk ijmak ini tercermin dalam tindakan mereka setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Ketika terjadi perbedaan pendapat atau masalah baru muncul, mereka selalu merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah sebagai pedoman utama.

Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat sebagai khalifah, beliau pun menegaskan pentingnya berpegang pada syariah Islam. Beliau berkata:

أَطِيعُونِي مَا أَطَعْتُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَإِذَا عَصَيْتُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَلَا طَاعَةَ لِي عَلَيْكُمْ
Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib mentaati diriku (Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 5/218).

Selain itu, para ulama salaf juga telah menyatakan kewajiban umat Muslim untuk selalu terikat dengan syariah Islam. Imam asy-Syafi'i rahimahulLâh, misalnya, menyatakan:

مَن اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ فِي الدِّيْنِ
Siapa saja yang memandang baik sesuatu (tanpa dalil al-Quran dan as-Sunnah) berarti ia telah membuat syariah (baru) dalam agama ini (Qadhi ‘Iyadh, Tartîb al-Madârik wa Taqrîb al-Masâlik, 1/22).

Ini menunjukkan bahwa Imam asy-Syafi'i menolak segala bentuk penetapan hukum hanya atas dasar prasangka baik semata-mata yang tidak didasarkan pada dalil-dalil syariah.

Ulama kontemporer, seperti Syaikh Wahbah az-Zuhaili, juga menyatakan: “Tidak boleh seorang Muslim untuk meninggalkan syariah Islam dalam keadaan apa pun.” (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuh, 1/25).


Khatimah

Alhasil, sudah saatnya umat Islam meninggalkan pragmatisme, juga sistem demokrasi yang terbukti hanya melahirkan banyak persoalan bagi umat ini. Apalagi inti demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Artinya, manusialah melalui para wakil rakyat yang acapkali tidak mewakili rakyatnya yang berwenang untuk membuat berbagai aturan/hukum yang sering didasarkan pada akal dan hawa nafsu semata. Padahal jelas, hak membuat hukum itu hanya ada pada Allah ﷻ (QS Yusuf [10]: 40).

Sebaliknya, marilah kita semuanya bersegera untuk mengamalkan, menerapkan dan menegakkan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah bangsa dan negeri ini akan bisa meraih ragam keberkahan dari langit dan bumi.


Hikmah:

Allah ﷻ berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka tersebut. (TQS al-A’raf [7]: 96).

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Kaffah Edisi 358

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.